Sopan Santun?

Surat Pembaca di HU. Pikiran Rakyat edisi 2 Maret 2006 :

Sakit Hati oleh Petugas Kartu Kredit

BERSAMA surat ini kami ingin mengungkapkan kekesalan dan kebencian kepada petugas card center Mandiri terhadap orang yang bukan customer-nya.

Kami adalah karyawan-karyawati perusahaan swasta di Bandung, mendapat telefon dari petugas card center Mandiri untuk teman kami (customer), karena teman kami masuk shift malam/tidak ada, jadi kami memberikan informasi yang sebenarnya. Tetapi petugas tersebut tidak percaya malah menuduh kami berbohong dan mengucapkan kata-kata kotor, jorok, cabul yang tidak pantas diucapkan oleh seorang yang terdidik, sedangkan kami yang tidak tahu apa-apa kena getahnya. Kenapa petugas tidak langsung datang ke tempat/alamat yang bersangkutan.

Kami sebagai karyawan merasa terganggu dan terhina dengan adanya teror telefon dari card center Mandiri. Apakah pihak card center Mandiri dalam merekrut karyawannya tidak selektif?

Terima kasih kepada Redaksi Pikiran Rakyat atas dimuatnya surat kami.

Hendi Diana
Jl. xxxxxxxxxxx
Bandung

Surat pembaca itu mengingatkan gw ke pengalaman kasus yang sama beberapa waktu yang lalu. Beberapa kali gue (dan temen2 kantor yang lain) mengalami perlakuan yang sama dari petugas debt collector kartu kredit yang sama. Penjelasan kami tentang ketidakberadaan rekan kami yang dituju menjadi hal yang tidak dipercayai. Umpatan kasar dan makian, keluar dengan membabi buta tanpa mendengar terlebih dahulu alasan kami (apa tidak mau mendengar?). Dan itu tidak berlangsung sekali saja. Dalam sehari bisa terjadi sampe 5 kali dari petugas yang sama!

Apakah sopan kalo pas kita baik-baik menyampaikan greeting : "Hallo, selamat pagi." langsung disambut kalimat-kalimat seperti ini :
"diumpetin dimana lagi si xxx?"
"Saya mau bicara sama xxx, bukan sama kamu!"
"Kamu sekongkol ya sama xxx buat mengelabui kami?"
"Kamu dibayar berapa sama si xxx untuk melindungi dia?"
"Kalian itu pembohong dan penipu besar!"

Maafkan kami kalo akhirnya harus terjadi perang mulut, dan kata-kata kasar dengan nada emosi tinggi harus keluar juga untuk membalas ucapan yg sama dari orang tersebut. Main banting telepon sudah jadi kebiasaan akhirnya. Kesabaran kami pun ada batasnya. Dan batas kesopanan si debt collector itu pun sudah dibatas kewajaran. Gw hanya menyayangkan nama baik Bank penerbit Credit Card harus tercoreng gara-gara oknum-oknum seperti itu.

Sopan-santun itu memang harus dipertanyakan lagi. Tanpa ingin mendiskreditkan suatu pihak, semoga surat pembaca seperti itu bisa menjadi koreksi dan masukan bagi pembinaan petugas2 yang harusnya melayani masyarakat dengan baik.

Komentar

Primadonna Angela mengatakan…
nyebelin banget ya mas. emang sering sih dengar complain2 kayak gini. memang debt-collector identik dengan preman kayaknya..
Innuendo mengatakan…
aduuuuh makanya tagihan dibayarlah...hahahahha...maunya hak doank,kewajibannya mana ? kakkakaka iwok kenak omel lagi...

ini sama saja ama temanku yg pake hp atas namaku, gak dibayar sampe sekarang ! abang gue yg dimarahin ama orang telkomsel batam, tapi dimarahin lagi ama abangku. bravo, bro !

tagihan terkahir kartu kreditku bank mandiri 9 jutaan, and sebelum ke america, aku bayar and tutup. duh prihatin gue ama orang2x yg selalu ngacir dr tagihan. kasian ama teman yg dimaki
Xty mengatakan…
gue mao jadi debt-collection ahhhhh
Emaknya Bunny mengatakan…
siyal yang kena damprat..kalo aku seh semprot balik pake air got kakakak
syafrina-siregar mengatakan…
Setuju.....padahal waktu nawarin pertama kali..wuihhh....bibir manis bertabur gula....
hmm.,...
brintik mengatakan…
iwok - salam kenal, fenomena itu mungkin karena:
1. banyak yang ngemplang kartu kredit.
2. perusahaan kartu kredit lebih suka pakai preman karena dianggap lebih "efektif"
3. preman-nya cuman berani lewat telpon, nggak berani dateng.....

salam -
Anonim mengatakan…
turut berduka cita...

nah lho ??!?!??

Postingan populer dari blog ini

Keajaiban Itu Ada; Bocil Sembuh dari Panleukopenia

Digitalisasi Usaha untuk Bertahan di Masa Pandemi

[Tips Menulis] Ketebalan Sebuah Naskah Novel?