Traffic Light

Abith udah mulai kritis. Keingintahuannya mulai menggebu-gebu. Kalo pertanyaan dia belum dijawab dengan jelas, berarti gw mesti siap dengan pertanyaan yang sama dan berulang-ulang, atau pertanyaan susulan yang lebih membingungkan. hehehe .. gw seneng sih lihatnya, berarti daya pikir dia berkembang terus. Good for her, right?

Belakangan ini dia sangat tertarik dengan lampu setopan di jalan. Setiap kali kita pergi jalan-jalan, dia selalu antusias pas melewati lampu tiga warna itu. Asalnya sih dia ngga banyak nanya, cuma asyik aja merhatiin pergantian warna merah kuning hijaunya. Lambat laun dia mulai tergugah.

"Kok lampunya jadi hijau?"
"Kenapa lampu yang ini merah, yang tadi hijau?"

Mulai deh pelajaran dimulai. Seperti kala dulu gw diajarin, merah itu artinya apa dan hijau itu apa. Atau bahkan kalo kuning itu tandanya apa. Sepertinya dia mulai mengerti perlahan-lahan -meski prosesnya itu yang kadang nyebelin. soalnya tiap lewat lampu setopan pasti mengulang pertanyaan yang sama. hehehe ... kebayang dong kalo jalan-jalan muterin kota, ada berapa sih traffic light. banyak kan? dan sebanyak itu lah Abith bertanya.

Akhirnya dia mulai faham. Pas kita menghadapi lampu merah, Abith akan menjerit : "Ayah, berhenti!", dan begitu lampu menyala hijau dia akan bersorak lagi : "Ayah, ayo jalan lagi!" Sip deh. Gw pikir, gw akan segera terbebas dari pelajaran lampu-lampu ini.

Tapi suatu saat, gw melibas lampu merah. Tentu saja, karena gw kan langsung belok kiri. Belok kiri jalan terus kan, coy? Nah, disitulah Abith protes.
"Berhentiiiiiii ... Ayah, berhentiiiiii ... lampunya merah!!" jeritnya. "nanti pak polisi marah!"
Gw nyengir. Ini yang belum diajarin nih. dan pelajaran pun dimulai lagi. Bla-bla-bla deh gw njelasin kalo belok kiri tuh boleh tetep jalan dalam kondisi warna lampu apapun. Abith diem dengan alis bertaut rapat. No prob kiddo .. you'll get it later.

Pas menghadapi lampu merah di perempatan jalan, gw pikir inilah saatnya menunjukkan contoh yang sesungguhnya kalo belok kiri itu boleh langsung. Kebetulan lampu merah, dan gw berhenti pas paling depan. Disinilah semuanya bisa terlihat jelas.
Sebuah mobil melaju kencang dari arah belakang. Dia mengambil lajur kiri, dan sepertinya akan berbelok ke kiri di perempatan ini. Gw pun segera ancang-ancang ngasih tahu Abith.
"Abith, Lihat deh mobil di belakang. meski lampu masih merah, tapi mobil itu akan berjalan terus karena akan belok ke kiri," papar gw sebagai awalan. Abith mulai memperhatikan dengan serius.

Mobil itu melaju terus dengan kencang, dan pas menjejeri sebelah kiri gw ... dengan asyiknya si sopir membanting setirnya ke KANAN! Dan menyalip gw, melibas lampu merah, serta berdecit-decit menimbulkan kepanikan kendaraan dari arah jalanan depan yang sedang mendapatkan jatah lampu hijau. Mobil itu berbelok ke kanan dan melaju terus dengan asyiknya.
OMG! Gw cuma bengong, sebengong Abith yang tidak mengerti pelajaran yang sudah disampaikan ayahnya.

Komentar

SinceYen mengatakan…
Hahahahaha... aduh.. ngakak dulu..

Itu contoh yang salah Abith, jangan ditiru ya. Ada orang baik, tapi juga ada orang bodoh yang tidak bertanggung jawab di muka Bumi ini. Belajarlah untuk tidak menjadi bagian dari mereka.
Emaknya Bunny mengatakan…
hahahahahahah...
gimana mao jelasinnya neh ? :P
yaya mengatakan…
Errr, jd begini Bith...
kadang2 gak semua orang gila ada di RSJ..

*kabur sebelum dipelototin sama papanya abith *nyengir
Anonim mengatakan…
Biasanya kan di persimpangan yang belok kiri boleh jalan terus walaupun lampu merah, harus ada tandanya, baik tulisan "belok kiri jalan terus" atau lampu panah ke kiri berwarna hijau?

Atau di Tasik peraturannya beda ama di Jakarta? Hehehe... :)

Postingan populer dari blog ini

Keajaiban Itu Ada; Bocil Sembuh dari Panleukopenia

Digitalisasi Usaha untuk Bertahan di Masa Pandemi

[Tips Menulis] Ketebalan Sebuah Naskah Novel?