First Day School Syndrome

Kontradiktif banget. Setelah minggu-minggu sebelumnya Abith nggak pernah diam, berceloteh tentang rencananya masuk sekolah, ke setiap orang. Kemarin dia terlihat murung. Setiap orang rumah selalu menggodanya : "Adeeuuhh ... besok Abith sekolah euy!"

Heran, dia sepertinya berubah nggak suka dengan berita itu. ujung-ujungnya Abith curhat (hihihi) ke gw : "Ayah, Abith nggak mau sekolah ke TK. Nanti aja ah langsung ke SD!"
"Lho, kenapa? Nggak boleh langsung ke SD. Abith harus sekolah di TK dulu, baru nanti ke SD." kata gw bersikap wise.
"Nggak mau ah. nggak mau sekolah."
"Ya sudah, besok nggak usah sekolah, tapi main aja di halaman sekolah ya? Main perosotan sama ayunan."
Abith nggak menjawab. Tapi matanya masih menyorotkan ketakutan.

Sepertinya ketakutan itu masih terbayang-bayang terus di matanya. Semalaman tidurnya terlihat nggak nyenyak. Beberapa kali dia terbangun dan minta minum (seperti biasa sih, tapi nggak pernah dalam semalam dia minta minum sampe 3 kali). Belum lagi tiba-tiba dia menangis sesegukan dalam tidurnya. Walaah ... trenyuh juga. sampe segitu takutnya kah menghadapi hari barunya?

Tadi pagi dia sulit sekali dibangunkan. Dia malah menjerit ketika diingatkan kalo hari ini akan bersekolah.
"Nggak mau sekolaaaaaah!"
"Iya nggak sekolah. katanya mau main ayunan dan perosotan?" kata Iren mencoba menentramkan, sambil menunjukkan baju baru yang baru kemarin dibeli.
Mata Abith terlihat sedikit berubah : "Janji?" tanyanya.
"Iya, janji."
Akhirnya dia mau mandi, dan berpakaian. Dia juga siap dengan semua tas, buku-buku, alat tulis (buat apa padahal. hehehe), dan bekal makanannya.
"Wah, udah siap mau sekolah nih?" goda gw.
"Mau main!" jawabnya sambil melotot.
"Oh, oke."

Sampai halaman sekolah, langkah Abith langsung terasa berat. Matanya menatap berkeliling dengan tatapan takut. Dia mencekal tangan gw erat. Beberapa anak TK nol besar yang kali ini sudah berubah menjadi senior tampak menyorot ke arah Abith. Beberapa orang anak malah tampak ramah dan mendekati.
"Tas sekolahnya disimpan di dalam kelas!" kata anak cewek yang gembil.
Aih .. so sweet. Tapi tidak merubah ketakutan Abith yang langsung ngumpet di belakang gw.
"Nggak mau masuk," Abith menarik lengan gw.
"Nggak, kan Abith mau main perosotan?" jawab gw sambil menariknya berbelok ke taman samping. Sementara Iren dan tante Abith masuk ke ruang guru buat beresin administrasi. Ternyata, Abith nggak mau main apapun. Alasannya : "takut bajunya kotor!" Hehehe ... Padahal gw takut, dia masih tegang dengan semuanya. Akhirnya kita muter-muter di halaman sekolah, depan sampe belakang, sampe gw tunjukkin juga ruangan toilet kalo sewaktu-waktu dia pengen pipis, bak pasir, bak bola, dll.

"Hayo semua berbaris ya?" ibu guru tiba-tiba muncul di halaman. Abith langsung pucat! Dia berjalan menjauh (sambil narik tangan gw). Langsung seluruh kru Abith datang merubung. Iren, tantenya, plus neneknya Abith yang sengaja ngacir dulu dari SD tempatnya mengajar (untungnya berada di seberang sekolah TK). Semua rayuan gombal dan kata-kata manis dikerahkan. Tapi semua nggak mempan. Kata-kata manis dari ibu guru juga tidak mengena. Semuanya mental! Abith manyun semanyun-manyunnya.

"Nggak mauuuuuuuuuuuuu!"

Ya wes, sudahlah. Pada saat semua anak berbaris dengan rapi, dan kemudian digiring masuk kelas, Abith tinggal di halaman. Berlari-lari kesana kemari dengan bebas karena nggak ada saingan memainkan semua mainan. Hehehe

Komentar

Isman H. Suryaman mengatakan…
Waks. Membujuk anak. Kabar-kabari kalau udah berhasil, ya, Wok. Karena nanti bisa jadi Aza juga mengalami hal serupa.

Postingan populer dari blog ini

Keajaiban Itu Ada; Bocil Sembuh dari Panleukopenia

Digitalisasi Usaha untuk Bertahan di Masa Pandemi

[Tips Menulis] Ketebalan Sebuah Naskah Novel?