7, 3 Skala Richter
Alam menunjukkan kuasanya, dan kita disadarkan betapa tidak berdayanya kita di hadapan Allah Swt. Tidak sedikitpun kita dapat mengelak dari apa yang menjadi kehendak-Nya. Di tengah sucinya bulan ramadhan, umat manusia harus siap menerima ujian-Nya. Allahuakbar. Tak sedikitpun kami dapat menghindari kuasa-Mu, ya Allah.
Menjelang jam 3 sore, ketika rutinitas pekerjaan sudah hampir rampung, seorang teman kantor datang meminta tolong untuk mem-burning koleksi lagunya ke dalam sebuah CD. Karena hanya di kompi saya yang ada NERO-nya, saya pun tak keberatan (seperti biasanya). Tapi ketika tangan saya bergerak untuk memasukkan blank CD ke dalam CD-ROM, tiba-tiba meja komputer saya bergerak hebat. Monitor bergetar seolah ada tangan gaib yang mengguncangkannya. Masih bingung dan belum sadar apa yang terjadi, saya merasakan guncangan keras juga pada kursi dan lantai yang saya injak. Gedung kantor seakan bergoyang hebat.
Inalillahi ... ada apa ini? saya terlompat mundur, mendorong kursi menjauhi meja. suara kaca yang bergetar membuat saya mulai menyadari ada sesuatu yang tengah terjadi.
"Gempaaaaaa ..." Itu teriakan teman saya. Dia melompat dari kursinya, dan lari menghambur ke luar ruangan saya.
"keluar Kang!" teman saya yang satu lagi memekik ke arah saya. Setelah itu dia ikut melesat ke luar, membuat saya ikut terlompat dan menyadari; INI GEMPA!
Sebelum ini, sudah agak lama sebenarnya, pernah juga terjadi gempa. Tapi tidak sehebat ini. Bahkan, anak-anak kantor tak perlu sampai turun ke lantai bawah saat itu. Tapi kali ini lain. Getarannya sungguh kuat. ketika saya melompat dari kursi saja, speaker aktif di atas monitor sudah berjatuhan. Bahkan ketika mencapai pintu ruangan, tumpukan parcel lebaran yang tengah saya siapkan berhamburan ke seluruh ruangan. Belum lagi barang-barang di atas lemari mulai bertumbangan terjatuh. Untung saya sudah beranjak dari sana, kalo tidak, barang-barang itu pasti menjatuhi kepala saya.
Di luar ruangan, seluruh karyawan di lantai 2 tengah berlarian panik. Goncangan semakin keras. meja-meja bergetar, kaca-kaca berderak, dan saya lihat bangunan seolah bergoyang-goyang. Dada saya berdegup kencang ketika bergerak mengikuti langkah-langkah berburu menuju tangga. Ya Allah, goncangan ini tidak juga mereda, bahkan semakin kuat. Tiba-tiba saya takut gedung kantor, yang termasuk gedung lama ini ambruk. Audzubilahimidzalik ...
Di bangunan belakang yang tengah di renovasi, beberapa pekerja dan tukang berlompatan turun dari tembok yang baru berdiri. mereka sama-sama berlari ke arah tangga satu-satunya. Hanya saja mereka sepertinya mengalah, membiarkan para karyawati dan karyawan turun lebih dahulu. saya melangkah turun hati-hati. Tangan saya memegang kuat besi pinggiran tangga. Saat itu saya merasakan tangga seolah diayungelombangkan. Mungkin saya terlalu melebihkan, tapi yang saya rasakan memang seperti itu. Tangga beton itu seolah bergerak ke kanan dan kiri.
Di sebelah kantor, berdiri gedung Bank BTN yang cukup besar dan tinggi. Lantai 2 kantor saya tidak seberapa. Dengan menengadah, bisa dilihat bangunan BTN itu begitu megah dan kokoh. Tapi saat itu, saya melihat betapa atap bangunan itu meliuk-liuk. Bayangan saya langsung horor. Apabila bangunan besar itu ambruk, kantor saya akan dilumat habis tanpa sisa. dan saat itu saya ada dibawahnya!
Lutut saya gemetar, dan lemas luar biasa. Sebuah tarikan napas panjang ketika akhirnya saya berdiri di tepi jalan, di luar gedung kantor. saya berdiri bersama ratusan orang yang ikut berhamburan dari kantor masing-masing. Mobil-mobil dan motor berhenti total. Semua menatap ngeri ke arah gedung-gedung yang mulai berdiri tegak kembali. Guncangan itu mereda. Tak ada yang beringsut, semua sibuk dengan perbincangan tentang apa yang baru terjadi. Di tangan saya masih tergenggam blank CD yang belum sempat dimasukkan.
Saat itu gue baru ingat Abith dan Rayya. ya Allah, apa yang terjadi dengan mereka? Saya lihat Iren sedang berusaha menghubungi ke rumah. wajahnya gelisah. dari tadi teleponnya tidak ada yang mengangkat. Jelas saja, semua orang ada di luar rumah saat itu! Siapa yang mau ambil resiko masuk ke dalam rumah sekadar angkat telepon?
Akhirnya saya memutuskan untuk pulang. Jalan kaki karena make kendaraan nggak mungkin. Selain jalanan macet, kunci mobil pun ada di atas! Masih beralaskan kaus kaki dan sendal jepit (lagi iseng buka sepatu, karena gerah), saya berlari pulang. Alhamdulillah rumah saya dekat, dalam 5 menit saya sudah sampai.
Saat di perjalanan pulang, beberapa telepon dan puluhan SMS masuk ke HP saya. dari SMS-SMS itu saya baru tahu kalau gempa ini berkekuatan 7,3 SR dengan pusat gempa di daerah Tasikmalaya. DI SINI! Ya Allah, besar sekali kekuatan gempa ini. Pantas saja saya merasakan goncangan yang luar biasa itu. Rupanya, berita-berita di TV membuat sahabat-sahabat saya mencemaskan kondisi saya. Ah, terima kasih banyak sahabat. maaf, kalau ada yang belum saya balas SMS nya.
Saya menemukan Abith, Rayya, dan Bibi sedang mengungsi di pos ronda. Abith menangis histeris ketika saya datang. Kepanikannya yang dipendam sendiri membuat jeritannya melengking keras. Saya tahu, dia pasti panik dan takut. Melihat orang-orang berlarian dengan panik, dan saat anak-anak lain berlindung dalam rangkulan ayah dan ibu mereka, Abith harus duduk sendiri dengan kalut di pojok pos ronda. saya memeluknya erat, membiarkan tangisnya tumpah di sana. Ada kelegaan melihat Abith dan Rayya nggak kurang suatu apapun. Merekalah yang terpenting bagi saya. Laporan dari Bibi kalo foto-foto di rumah Mamah pecah berjatuhan, atau koleksi guci mamah yang tidak terselamatkan, rasanya tidak bisa dibandingkan dengan kelegaan saya melihat keselamatan buah hati saya.
Sesorean ini saya mengikuti berita di TV dengan semua pintu terbuka lebar. Saya duduk dengan Abith dan Rayya di sisi saya. Saya ingin saya ada di sisi mereka apabila gempa susulan (yang sesore ini terjadi beberapa kali, meski skala kecil dan bahkan hampir tak terasa) terjadi lagi (mudah-mudahan tidak), membopong tubuh mereka, dan menyelamatkan mereka ke tempat aman.
Jadikan kami selalu ada dalam lindungan-Mu, ya Allah. Hanya kepada-Mu lah kami berserah. semoga diberikan ketabahan dan kesabaran bagi mereka yang menjadi korban gempa hari ini. Semoga kesabaran dan ketabahannya, menjadi lahan pahala yang berlipat-lipat dari Allah kepada mereka. Amin.
* Sebagai catatan untuk kejadian hari ini.
Tasikmalaya, Rabu - 2 september 2009
Menjelang jam 3 sore, ketika rutinitas pekerjaan sudah hampir rampung, seorang teman kantor datang meminta tolong untuk mem-burning koleksi lagunya ke dalam sebuah CD. Karena hanya di kompi saya yang ada NERO-nya, saya pun tak keberatan (seperti biasanya). Tapi ketika tangan saya bergerak untuk memasukkan blank CD ke dalam CD-ROM, tiba-tiba meja komputer saya bergerak hebat. Monitor bergetar seolah ada tangan gaib yang mengguncangkannya. Masih bingung dan belum sadar apa yang terjadi, saya merasakan guncangan keras juga pada kursi dan lantai yang saya injak. Gedung kantor seakan bergoyang hebat.
Inalillahi ... ada apa ini? saya terlompat mundur, mendorong kursi menjauhi meja. suara kaca yang bergetar membuat saya mulai menyadari ada sesuatu yang tengah terjadi.
"Gempaaaaaa ..." Itu teriakan teman saya. Dia melompat dari kursinya, dan lari menghambur ke luar ruangan saya.
"keluar Kang!" teman saya yang satu lagi memekik ke arah saya. Setelah itu dia ikut melesat ke luar, membuat saya ikut terlompat dan menyadari; INI GEMPA!
Sebelum ini, sudah agak lama sebenarnya, pernah juga terjadi gempa. Tapi tidak sehebat ini. Bahkan, anak-anak kantor tak perlu sampai turun ke lantai bawah saat itu. Tapi kali ini lain. Getarannya sungguh kuat. ketika saya melompat dari kursi saja, speaker aktif di atas monitor sudah berjatuhan. Bahkan ketika mencapai pintu ruangan, tumpukan parcel lebaran yang tengah saya siapkan berhamburan ke seluruh ruangan. Belum lagi barang-barang di atas lemari mulai bertumbangan terjatuh. Untung saya sudah beranjak dari sana, kalo tidak, barang-barang itu pasti menjatuhi kepala saya.
Di luar ruangan, seluruh karyawan di lantai 2 tengah berlarian panik. Goncangan semakin keras. meja-meja bergetar, kaca-kaca berderak, dan saya lihat bangunan seolah bergoyang-goyang. Dada saya berdegup kencang ketika bergerak mengikuti langkah-langkah berburu menuju tangga. Ya Allah, goncangan ini tidak juga mereda, bahkan semakin kuat. Tiba-tiba saya takut gedung kantor, yang termasuk gedung lama ini ambruk. Audzubilahimidzalik ...
Di bangunan belakang yang tengah di renovasi, beberapa pekerja dan tukang berlompatan turun dari tembok yang baru berdiri. mereka sama-sama berlari ke arah tangga satu-satunya. Hanya saja mereka sepertinya mengalah, membiarkan para karyawati dan karyawan turun lebih dahulu. saya melangkah turun hati-hati. Tangan saya memegang kuat besi pinggiran tangga. Saat itu saya merasakan tangga seolah diayungelombangkan. Mungkin saya terlalu melebihkan, tapi yang saya rasakan memang seperti itu. Tangga beton itu seolah bergerak ke kanan dan kiri.
Di sebelah kantor, berdiri gedung Bank BTN yang cukup besar dan tinggi. Lantai 2 kantor saya tidak seberapa. Dengan menengadah, bisa dilihat bangunan BTN itu begitu megah dan kokoh. Tapi saat itu, saya melihat betapa atap bangunan itu meliuk-liuk. Bayangan saya langsung horor. Apabila bangunan besar itu ambruk, kantor saya akan dilumat habis tanpa sisa. dan saat itu saya ada dibawahnya!
Lutut saya gemetar, dan lemas luar biasa. Sebuah tarikan napas panjang ketika akhirnya saya berdiri di tepi jalan, di luar gedung kantor. saya berdiri bersama ratusan orang yang ikut berhamburan dari kantor masing-masing. Mobil-mobil dan motor berhenti total. Semua menatap ngeri ke arah gedung-gedung yang mulai berdiri tegak kembali. Guncangan itu mereda. Tak ada yang beringsut, semua sibuk dengan perbincangan tentang apa yang baru terjadi. Di tangan saya masih tergenggam blank CD yang belum sempat dimasukkan.
Saat itu gue baru ingat Abith dan Rayya. ya Allah, apa yang terjadi dengan mereka? Saya lihat Iren sedang berusaha menghubungi ke rumah. wajahnya gelisah. dari tadi teleponnya tidak ada yang mengangkat. Jelas saja, semua orang ada di luar rumah saat itu! Siapa yang mau ambil resiko masuk ke dalam rumah sekadar angkat telepon?
Akhirnya saya memutuskan untuk pulang. Jalan kaki karena make kendaraan nggak mungkin. Selain jalanan macet, kunci mobil pun ada di atas! Masih beralaskan kaus kaki dan sendal jepit (lagi iseng buka sepatu, karena gerah), saya berlari pulang. Alhamdulillah rumah saya dekat, dalam 5 menit saya sudah sampai.
Saat di perjalanan pulang, beberapa telepon dan puluhan SMS masuk ke HP saya. dari SMS-SMS itu saya baru tahu kalau gempa ini berkekuatan 7,3 SR dengan pusat gempa di daerah Tasikmalaya. DI SINI! Ya Allah, besar sekali kekuatan gempa ini. Pantas saja saya merasakan goncangan yang luar biasa itu. Rupanya, berita-berita di TV membuat sahabat-sahabat saya mencemaskan kondisi saya. Ah, terima kasih banyak sahabat. maaf, kalau ada yang belum saya balas SMS nya.
Saya menemukan Abith, Rayya, dan Bibi sedang mengungsi di pos ronda. Abith menangis histeris ketika saya datang. Kepanikannya yang dipendam sendiri membuat jeritannya melengking keras. Saya tahu, dia pasti panik dan takut. Melihat orang-orang berlarian dengan panik, dan saat anak-anak lain berlindung dalam rangkulan ayah dan ibu mereka, Abith harus duduk sendiri dengan kalut di pojok pos ronda. saya memeluknya erat, membiarkan tangisnya tumpah di sana. Ada kelegaan melihat Abith dan Rayya nggak kurang suatu apapun. Merekalah yang terpenting bagi saya. Laporan dari Bibi kalo foto-foto di rumah Mamah pecah berjatuhan, atau koleksi guci mamah yang tidak terselamatkan, rasanya tidak bisa dibandingkan dengan kelegaan saya melihat keselamatan buah hati saya.
Sesorean ini saya mengikuti berita di TV dengan semua pintu terbuka lebar. Saya duduk dengan Abith dan Rayya di sisi saya. Saya ingin saya ada di sisi mereka apabila gempa susulan (yang sesore ini terjadi beberapa kali, meski skala kecil dan bahkan hampir tak terasa) terjadi lagi (mudah-mudahan tidak), membopong tubuh mereka, dan menyelamatkan mereka ke tempat aman.
Jadikan kami selalu ada dalam lindungan-Mu, ya Allah. Hanya kepada-Mu lah kami berserah. semoga diberikan ketabahan dan kesabaran bagi mereka yang menjadi korban gempa hari ini. Semoga kesabaran dan ketabahannya, menjadi lahan pahala yang berlipat-lipat dari Allah kepada mereka. Amin.
* Sebagai catatan untuk kejadian hari ini.
Tasikmalaya, Rabu - 2 september 2009
Komentar