[Review] Sebelas Patriot

Ada keanehan saat pertama kali saya memegang novel Sebelas Patriot ini. Lebih tepatnya bingung. Benarkah novel setipis ini karya Andrea Hirata? Sangat jauh berbeda saat saya memegang Tetralogi Laskar Pelangi (Sang Pemimpi, Edensor, Maryamah Karpov), Padang Bulan, dan Cinta Dalam Gelas. Kesemuanya menyajikan ketebalan halaman yang [dari awal saja] sudah menjanjikan alur cerita yang berliku dan memikat. Dengan novel setipis ini, apa sebenarnya yang ingin disuguhkan oleh Andrea? Rasa penasaran membuat saya segera menyelipkan Sebelas Patriot dalam setumpuk buku untuk dibawa ke meja kasir. Tentu saja, saya tidak ingin melewatkan karya Andrea yang terbaru!

Seperti terpatri dalam judulnya, Sebelas Patriot mengangkat jiwa patriotisme dan cinta tanah air. Kalau dalam Laskar Pelangi dan sekuelnya membahas tentang tema pendidikan yang pekat, dan dalam Dwilogi Padang Bulan (dan Cinta Dalam Gelas) membahas tentang olahraga Catur dan perjuangan seorang perempuan miskin bernama Enong, kali ini Andrea mengulas tentang Sepakbola. Apakah karena kisruhnya dunia sepakbola tanah air yang berkecamuk belakangan ini sehingga Andrea berusaha mengetuk kembali jiwa patriotisme para insan sepakbola agar kembali bersatu? Bisa saja, dan Sebelas Patriot memang hadir pada momen cukup tepat. Sudah saatnya para insan sepakbola tanah air kembali bersatu padu untuk mengangkat tim Garuda ke puncak yang lebih tinggi bersama-sama, atas dasar nama bangsa, dan bukan atas nama personal belaka.

Tanah Belitong kembali menjadi seting cerita kali ini. Tokoh Ikal pun kembali hadir menjadi sentra cerita. Lupakan tentang perjuangan Ikal dan Laskar Pelanginya mengejar pendidikan di SD Muhamadiyah, lupakan pula kisah Ikal menjadi pelayan warung kopi di Padang Bulan, sudah saatnya menyoroti mimpi Ikal lainnya ; mengenakan seragam Merah Putih dengann lambang garuda di dada dalam squad inti PSSI! Ya, sebuah rahasia yang terkuak dari selembar foto kusam sudah membuat dada Ikal mendidih. Ayahnya ternyata mantan  pemain sepakbola yang hebat! Hanya karena Ayah Ikal memenangkan pertandingan sepakbola melawan penjajah tempo dulu, ayahnya harus mengubur mimpi menjadi pemain nasional. Tempurung kakinya hancur akibat siksaan penjajah. Saat itu, Tim Sepakbola Pribumi yang nekad mengalahkan tim Belanda pasti akan terkena siksa yang parah. Dengan kondisi cacat seperti itu, Ayah Ikal menutup mimpinya rapat-rapat. Sekarang Ikal merasa harus menuntaskan perjuangan Ayahnya menjadi squad PSSI yang dulu sempat direnggut paksa.

Tugas Ikal adalah mewujudkan mimpi Ayahnya, demi kejayaan bangsa! Mampukah seorang bocah miskin Belitong ini merajut mimpinya untuk merumput di Senayan berseragam Merah Putih?

Sebuah alur cerita yang sangat menjanjikan. Dari awal saya sudah membayangkan pergulatan dan sepak terjang Ikal dalam mewujudkan mimpinya. Tapi ternyata harapan saya tidak terwujud. Alur cerita bergerak begitu cepat. Tidak kentara perjuangan Ikal seperti halnya perjuangan yang ditunjukkannya dalam Laskar Pelangi. Melihat ketebalan (ketipisan) novel ini, harusnya saya sudah menduga kalau alur tidak akan terlalu berliku seperti halnya dalam novel Andrea sebelumnya.

Di pertengahan cerita saya pun mengerutkan kening. Kenapa sih Ikal tiba-tiba harus pergi ke luar negeri segala? Mulai Bab Adriana saya merasa kembali ke novel Edensor dan lepas dari Sebelas Patriot. Meski Andrea berusaha tetap mengaitkan perjalanannya dengan cinta tanah air dan PSSI, tetap saja feel saya sudah jauh berkurang. Sedari awal saya berusaha menciptakan sosok Ikal baru yang tidak berkaitan dengan Laskar Pelangi, sehingga Ikal yang ini bukan Ikal yang sebelumnya saya kenal. Benak saya berusaha menanamkan kalau Ikal yang ini adalah Ikal baru yang jago main bola dan akan berjuang untuk menggapai mimpinya di ranah sepakbola tanah air dengan keterbatasan kemampuannya. Sayangnya, begitu cerita Ikal terbang ke Eropa untuk kuliah, mau tidak mau saya kembali membayangkan Ikal yang saya kenal sebelumnya. Sayang sekali.

Satu yang menjadi ganjalan saya, kenapa harus Ikal lagi ya tokoh utamanya? dengan kepiawaiannya mengolah kata dan cerita, saya yakin Andrea bisa memunculkan sosok baru yang tak kalah kuat. Bukankah tanah Belitong juga tidak kecil untuk dieksplorasi selain PN Timah? Yang juga membingungkan, kenapa harus ada tokoh Trapani dan Mahar dalam novel ini, meski keduanya tidak kebagian peran dan dialog sama sekali? Apakah kehadiran mereka hanya untuk menguatkan persepsi bahwa Ikal di novel ini adalah Ikal yang sama dengan yang ada di Laskar Pelangi?

Ah, ah, mungkin ini hanya harapan saya saja yang terlalu tinggi. Sejauh ini saya selalu menyukai gaya bercerita Andrea, penyusunan diksi dan kalimatnya yang puitis, serta pemaparan segala sesuatunya yang selalu detil. Makanya kebingungan itu begitu terasa ketika membaca Sebelas Patriot ini.

Overall, Sebelas Patriot masih tetap bisa dinikmati, meski ceritanya jauh lebih ringan dari novel-novel Andrea Hirata sebelumnya. Kalau sebelumnya saya rata-rata memberikan bintang 4 untuk novelnya, Sebelas Patriot hanya bintang 3 saja. Ah ya, novel ini memberikan bonus soundtrack juga, berisi tiga lagu karya Andrea. Sayangnya saya belum sempat memutarnya.

Komentar

Amanda mengatakan…
Mas Iwok, aku tertarik pengen beli nih jadinya huhu

Tadi sempat cari cari harganya ternyata lumayan yaa, 33ribu -______-
nunggu gajian deh :D
Iwok mengatakan…
hehehe ... ayo beliii. Harganya 39 ribu. Kemarin aku beli di Togamas bandung. lagi diskon 25% lho, jadi harganya jadi 29ribuan saja :D
cafe mengatakan…
mau beli buku online, beli saja di kafebuku.com ada diskonnya jg,aman dan cepet sampainya.
http://kafebuku.com/sebelas-patriot/
Bactiar mengatakan…
Sebelas Patriot ini udah di filmkan nggak sih Pak?


Wisata Kuliner Teknologi Dunia Peluang Usaha
Iwok mengatakan…
@Bachtiar - belum :)

Postingan populer dari blog ini

Keajaiban Itu Ada; Bocil Sembuh dari Panleukopenia

Digitalisasi Usaha untuk Bertahan di Masa Pandemi

[Tips Menulis] Ketebalan Sebuah Naskah Novel?