[Jalan-jalan] Ke Jogja Lagi - part 3 (Oleh-oleh)

Sudah jadi kebiasaan apabila pergi ke suatu tempat, entah untuk liburan dan bahkan untuk urusan kerjaan, selalu memikirkan; "oleh-oleh apa yang akan saya bawa pulang?" Entah sejak kapan kebiasaan ini mulai berlangsung, di mana seseorang yang pergi ke luar kota, pulangnya serasa diwajibkan membawa oleh-oleh. Selain sibuk menikmati liburan (atau melaksanakan urusan pekerjaan), pelancong pun masih harus disibukkan dengan urusan mencari sesuatu untuk dibawa pulang. Diakui atau tidak, tradisi ini sudah sangat kental dalam budaya kita. Bahkan seseorang yang tidak ada kaitan dan urusan pun terkadang tak kalah sibuk kalau tahu ada orang yang hendak pesiar; "Jangan lupa oleh-olehnya ya?" *Hadeuh*

Begitulah, oleh-oleh menjadi sesuatu yang harus dipikirkan. Setidaknya kali ini pun gue 'harus' bawa pulang sesuatu untuk anak, istri, mertua, dan teman-teman kantor. *halah, banyak pisan?* Untungnya nggak susah nyari oleh-oleh kalau kita ke Jogja. Banyak tempat yang menawarkan makanan atau cenderamata lokal. Bahkan untuk hal ini kita nggak perlu bingung, banyak tukang beca yang menawarkan diri untuk ongkos yang sangat tidak masuk di akal. Bayangkan, hanya dengan membayar lima ribu perak kita bisa dibawa ke berbagai tempat. Jauh-jauh pula. Bahkan disuruh nunggu lama pun ongkosnya tetep aja tidak berubah, lima rebu perak saja! 

Awalnya gue mikir, ongkos becak di Jogja kok murah banget ya? Tapi ternyata anggapan gue harus diralat lagi. Ongkos becak akan sangat murah kalau kita pergi ke tempat-tempat tertentu, yaitu tempat penjualan oleh-oleh. Karena eh karena, para Abang Becak itu dapat tip dari para pemilik outlet. Oalaaaaah. Coba kamu naik becak dengan tujuan bukan lokasi outlet oleh-oleh, ongkosnya bakalan bikin bete. Untuk jarak kurang dari 100 meter aja gue ditodong ongkos sepuluh rebu! Semprul!

Bakpia Patuk

Ini mungkin makanan wajib dan gampang dibawa kalau memang nyari oleh-oleh dari Jogja. Meski bakpia rasanya hampir ada di setiap daerah, isinya kacang ijo-kacang ijo juga, tapi tetap saja kerasa beda kalau bukan dari daerah asalnya. Ini bakpia patuk asli Jogja! Isi bakpianya pun udah bukan kacang ijo doang, tapi sudah ada variasi lainnya, kayak keju, cokelat, dan kacang merah. Selain bakpia biasa, ada pula yang versi crispynya. Enak!

Katanya, bakpia yang enak tuh yang merk 75 atau 25. Hampir semua rekomendasiin dua nama ini. Yaweslah, daripada salah beli, akhirnya kita minta abang becak ke toko Bakpia 25 aja. Apalagi rekomendasi dari si Abang Becak, kita bisa lihat langsung ke pabriknya. Wah, bakalan seru abis nih. Majuuuu!

Ternyata namanya usaha kalau digeluti serius bisa bikin tajir juga ya? Ah, yakin lah kalau pemiliknya pasti tajir, lah wong pegawainya aja ratusan gitu! Punya beberapa toko cabang pula. Tapi beneran, seru banget melihat kesibukan yang terjadi di belakang layar pembuatan Bakpia Patuk 25. Deretan pegawai sibuk membuat adonan, menguleni, membulat-bulat adonan, sampai memanggangnya. Bau harum tercium sampai ulu hati. *halah*. Selain sebagai pabrik pembuatan, di lokasi ini juga ada counter kecil untuk penjualan bakpia, yang masih panas! Fresh from the oven. Selain bakpia, di sini juga disediakan penganan lain untuk oleh-oleh, jadi bisa sekalian belanja kalau bakpia saja dirasa kurang. :D

Pasar Beringharjo

Ke Jogja juga nggak asyik kalau nggak belanja batik. Batik memang bukan hanya ada di Jogja. Beberapa daerah lain juga dikenal sebagai sentra batik. Tapi, tentunya setiap daerah punya kekhasan masing-masing dong? Nah, batik yang ada di Jogja tentu saja dengan motif-motif yang berbeda dengan batik dari daerah lain.

Di sepanjang Malioboro sebenarnya berderet toko-toko yang menjual batik. Dari yang murah sampai yang mahal. Dari yang merk nggak jelas sampai kelasnya Batik Keris, Danarhadi, dan lain-lain. Ada harga ada kualitas deh. Tinggal sesuaikan saja dengan budget yang ada. Tapi, kalau mau lebih seru belanja batik, Pasar Beringharjo mungkin lebih pas. Lokasinya luas, bersih, dan tentu saja dengan koleksi yang lebih lengkap. Gimana nggak lengkap kalau seisi pasar isinya batik semua?

Kalau di toko-toko sepanjang Malioboro nggak ada acara tawar menawar harga, di Beringharjo nggak bakalan asyik kalau beli batik nggak pake nawar. Coba saja tanya harga sebuah baju batik, pasti bakalan dikasih harga yang cukup tinggi. Tapi coba deh tawar sampai mampus, jatuhnya harga tuh baju bisa sampai setengahnya. Buat ibu-ibu, ini lokasi yang sangat cocok soalnya ibu-ibu kalau beli sesuatu nggak pake nawar kan nggak afdol? hehehe. Berhubung kita bertiga cowok-cowok yang nggak mahir nawar, akhirnya dapat potongan harga yang tidak terlalu besar. Turunnya cuma 25% saja dari harga penawaran. Bandingin sama seorang ibu yang ngeyel banget nawar sepotong batik, sampe pas gue bolak-balik ke lokasi itu si Ibu masih belum brenti nawar. *ayo Bu, cemunguth!*

Oya, buat yang belum tahu, Pasar Beringharjo ini terletak di Jalan Malioboro, sebelum Benteng Vraderburg. Jadi kalau lagi jalan-jalan di Malioboro, bisa tuh mampir dulu ke sana.

Mirota Batik

Mirota Batik lokasinya tepat di seberang Beringharjo. Meski namanya berbau batik, tapi koleksi batiknya malah dikit banget. Milihnya ribet pula karena space untuk pajangan batik sempit dan lumayan semrawut. Ada sih di lantai 2 koleksi batik yang lebih bagus dengan rak-rak yang tertata rapi, tapi gerai ini khusus untuk batik sutra. Kalau kayak gue yang mau nyari batik murmer jelas aja nggak cocok. 

Yang seru di sini justru berburu cenderamata dan hiasan/pajangan. Nah, barang-barang ini malah yang koleksinya lumayan lengkap. Banyak pilihan pula. Yang hobi menata rumah dengan pernak-pernik unik kayaknya wajib nyambangin tempat ini.

Komentar

abdul rozaq mengatakan…
wah seru tuh pengalamannya, jogja emang mengesankan banget ya.. q jg pernah punya pengalaman di jogja, coba klik deh http://abdoelrozaq.blogspot.com/2012/03/pesona-yogyakarta.html
Iwok mengatakan…
Betul, Jogja memang asyik! :D
Siap meluncur ke blognya.

Postingan populer dari blog ini

Keajaiban Itu Ada; Bocil Sembuh dari Panleukopenia

Digitalisasi Usaha untuk Bertahan di Masa Pandemi

[Tips Menulis] Ketebalan Sebuah Naskah Novel?