Stop Jatuhnya Korban Lagi akibat Jajanan Tak Sehat!

Foto terakhir di momen Lebaran 2013
Jumat, 6 September 2013, keponakan saya M. Fachry Dwi Putra (5 tahun –sebelumnya saya sebutkan 4 tahun), meninggal dunia setelah koma selama 7 hari dengan gejala awal keracunan makanan (jajanan pinggir jalan).

Benarkah keracunan jajanan bisa mengakibatkan koma? Jajan apa dia sebenarnya?”

Pertanyaan itu datang bertubi-tubi ke inbox saya. Sayangnya saya belum bisa menjawab pertanyaan itu satu per satu. Suasana berduka membuat saya melepaskan gadget untuk sementara. Terlebih, pertanyaan tersebut tidak bisa dijawab singkat. Ada sebuah kisah yang cukup panjang yang harus dijelaskan sehingga informasinya tidak hanya sepotong. Saya berjanji untuk menjelaskannya nanti saat sudah luang. Sekarang.

Tanpa bermaksud mengorek luka bagi orangtua Fachry dan juga perasaan keluarga, saya hanya ingin berbagi tentang pentingnya menjaga anak-anak dari kebiasaan jajan sembarangan. Anak-anak tetaplah anak-anak, belum bisa memilah mana yang sehat dan mana yang tidak, mana yang bergizi dan mana yang hanya gurih belaka. Anak-anak hanya mengenal kata ‘enak’ dan’tidak enak’, meski pengertian ‘enak’ bagi mereka belum tentu juga ‘enak’ bagi orang dewasa. Butuh bimbingan dan pengawasan orangtua agar anak-anak tidak lantas terlena dengan apa yang mereka suka. Dengan berbagi kisah ini, saya hanya berharap kita bisa bersama-sama melindungi putra-putri kita dari segala kemungkinan buruk yang bisa terjadi.

Jajan apa sebenarnya?
Senin (26/8) siang, Fachry membeli jajanan di pinggir jalan. *nama penganan mohon maaf saya putuskan untuk disembunyikan*

Sekitar satu jam setelah menyantap jajanan ini, Fachry langsung muntah-muntah hebat dan diare, sehingga dilarikan ke rumah sakit. Saya tidak tahu ada kandungan apa dalam makanan tersebut sehingga Fachry langsung menderita keracunan seperti itu. Apakah jajanan ini mengandung bahan pengawet? Bumbu-bumbu yang tidak higienis? Minyak goreng bekas yang sudah melewati beberapa kali penggorengan? Atau bakteri dan kuman yang beterbangan bersama debu jalanan lalu menempel pada makanan dan masuk ke dalam perutnya? Semua kemungkinan ini bisa saja terjadi.

Dua hari dirawat sebenarnya kondisi sudah agak membaik. Fachry sudah tidak muntah lagi, hanya saja buang airnya masih lembek sehingga permintaan untuk rawat jalan ditolak oleh dokter. Selasa malam (27/8) pukul 22.00 muncul demam dan timbul kejang setelah diberikan obat penurun panas. Kami memang menyayangkan penanganan rumah sakit yang kurang sigap dalam menangani keponakan saya saat mengalami kejang-kejang hebat, sehingga saat dini hari (Rabu, 28/8) Fachry sudah ‘kelelahan’ dan tidak sadarkan diri sejak saat itu.

Rabu pagi, Fachry dirujuk ke RS. Borromeus dan langsung masuk ruang NICU. Bertemankan berbagai macam selang, alat pacu jantung, dan lain-lain, Fachry hanya sanggup bertahan sampai hari Jumat, 6 September 2013, tanpa sekali pun sempat sadarkan diri. Banyak doa dan tangis yang mengiringi hari-hari Fachry di ruang NICU, tapi takdir mengatakan lain. Allah Swt. sudah menjemputnya kembali.

Berarti koma tersebut akibat kurangnya penanganan kejangnya dong, dan bukan karena keracunan makanan?”

Terlepas dari semua itu, bukankah semuanya bermula dari jajanan yang tidak sehat? Seandainya, Fachry tidak mengonsumsi jajanan tersebut, dia tidak akan keracunan, tidak perlu dirawat di rumah sakit, bahkan mungkin tidak akan menderita demam yang mengantarkannya pada kejang sampai menimbulkan koma. Bukankah semuanya berkaitan? Kalau kita bisa mencegah, kenapa harus  menunggu kejadian terlebih dahulu?

Jajanan tidak sehat masih bertebaran di sekeliling kita, dan selalu mengintai anak-anak setiap saat. Pernahkah kita melihat penganan atau minuman berwarna-warni mencolok tetapi dijual dengan harga yang sangat murah tanpa kita tahu zat pewarna apa yang ada di dalamnya? Seringkah kita melihat jajanan tanpa kemasan yang dijual di gerobak terbuka depan sekolah yang debu bisa berlalu-lalang serta menempel dengan mudah (apalagi musim kemarau seperti ini)? Pernahkah kita tahu debu-debu itu bercampur dengan jutaan bakteri atau kuman penyakit? Seringkah kita melihat anak-anak dengan sangat antusias memburu makanan dan minuman tersebut?

Jangan biarkan anak-anak memilih jajanannya sendiri yang bisa jadi akan kita sesali kemudian. Jajan sembarangan seringkali dianggap sepele, tetapi dampak yang akan timbul bisa jadi tidak sesepele itu. Mari kita peduli jajanan sehat bagi anak. Orangtua dan orang dewasa sudah semestinya mengawasi apa yang anak-anak beli dan makan. Sudah waktunya kita kembali mengingatkan bahayanya apabila jajan sembarangan. Melarang dan bersikap tegas bukanlah sebuah kekerasan bagi anak, tetapi bentuk sebuah kecintaan dan rasa sayang. Kita tidak ingin semuanya menjadi terlambat, bukan?

 “Ayo, Ibu-Ibu, lebih rajin lagi masak untuk anak-anak. Ayah-Ayah, jangan biasakan memberi uang jajan pada anak-anak. Sahabat yang menjual makanan, mari bertanggung jawab pada lingkungan kita.” ~ copas dari statusnya Aminah Mustari

Mari kita sebarkan #kampanyejajanansehat bagi orang-orang tercinta di sekeliling kita. Sayangi putra-putri kita dengan tidak membiarkannya jajan sembarangan.

Keterangan Tambahan :
Saya tidak bermaksud untuk menyudutkan atau menyamaratakan para penjual jajanan, karena saya yakin masih banyak kok penjual jajanan yang peduli terhadap kesehatan penganan yang dijualnya. Hanya saja, ini menjadi tugas dan pemikiran bersama bahwa bahan-bahan kimia sudah semestinya tidak ada dalam bahan makanan, kebersihan dan pengemasan sudah semestinya dijaga baik, sehingga tidak akan mengakibatkan hal-hal yang tidak diinginkan.

Komentar

Diyanika mengatakan…
Ikut berduka cita atas kejadian ini mbak, semoga keponakan mbak tenang di sana :)
Leyla Hana mengatakan…
Innalillahi wa inna ilaihi rojiuun... saya berharap tukang Cilungnya ditangkap polisi. Kalau lihat di Trans Teve, makanan spt itu dibuat dari bahan2 beracun spt Borax dan pewarna beracun. Harus segera ditangkap itu penjualnya T_T
Iwok mengatakan…
@Ika - Aamiin .. terima kasih banyak. Oya, saya Mas, bukan mbak :D

@Leyla - ditakutkan memang bahan-bahannya tidak higienis. :(
Anonim mengatakan…
gitulah ORANG KAYA kalau melihat orang jualan di pinggir jalan,kalau setau saya bahan dasar cilung tidak perlu pengawet/kimia apaun karna jelas sudah modal dikit untung lumayan knp harus pakai bhan" kimia lagi,g' PERLU KALI.JANGAN terburu menyalahkan pedagang jajanan tersebut,orang kalau suadah tiba ajalnya siapa yang tau,picik kali pemikiran orang kaya zaman sekarang,penanganan di rs yang kurang bgus dan belum juga dokter nya masih hao".yang jelas pedagang kecil juga butuh makan dan ada anak dan istri yang perlu makan juga.JANGAN BILANG JAJANAN PINGGIR JALAN ITU SEMUA G LAYAK MAKAN.itu inti dari posting bpk yang terhrmat/hanya sekedar luahan emosi,yang pasti jelas berkurang pedapatan penjual jajanan keliling,kalau semua orng baca postingan anda...........
Iwok mengatakan…
Terima kasih Anonim atas pendapatnya. Setiap orang boleh kok memiliki pendapat yang berbeda. :)

Postingan populer dari blog ini

Keajaiban Itu Ada; Bocil Sembuh dari Panleukopenia

Digitalisasi Usaha untuk Bertahan di Masa Pandemi

[Tips Menulis] Ketebalan Sebuah Naskah Novel?