[Behind the Book] Kalah Lomba Bukan Akhir Segalanya

Ikut lomba penulisan lalu kalah? Tenang, itu bukan akhir dari segalanya kok. Sudah menjadi hal yang biasa kan menang dan kalah dalam sebuah lomba? Apa pun jenis perlombaannya. Kalah memang bikin nyesek, tapi bukan lantas kita harus nangis tujuh hari tujuh malam menyesalinya. Atau, ngambek dan nggak mau nulis lagi.

Yang harus kita sadari dan akui, para pemenang tentu memiliki kualitas jauh lebih baik dibanding naskah kita. Dan, itu bukan berarti naskah kita jelek, kan? Hanya saja, tidak lebih baik dari karya para pemenang.



Salah satu contohnya adalah novel Dandelion yang baru saja diterbitkan oleh Gramedia Pustaka Utama (GPU). Naskah itu saya ikutsertakan dalam sebuah lomba novel remaja yang diadakan oleh salah satu penerbit di Jakarta. Dandelion kalah.  Kecewa? Pasti. Patah semangat? Oh, tentu saja TIDAK!

Saat menulis naskah Dandelion, saya sangat menikmati setiap prosesnya.  Saya menyukai alur yang saya ciptakan, konflik yang saya reka untuk tokoh Yara dan Ganesh.  Saya menikmati saat blusukan di google untuk mencari tahu informasi tentang Garden by The Bay, pun saat saya mengejar informasi tentang Singapura pada sahabat yang sering bolak-balik ke sana. Riset kecil-kecilan yang saya lakukan bahkan membawa saya jadi banyak tahu tentang bunga dandelion. Bahkan, sampai saat ini saya masih membayangkan di mana bisa menemukan padang rumput penuh dandelion yang saya bayangkan dalam imajinasi saya hingga dituangkan sebagai setting penutup novel ini.

Setelah itu, semuanya merujuk pada sebuah kesimpulan (saya) ; naskah saya sebenarnya tidak jelek. Hehehe... *boleh dong pede*. Naskah saya hanya kalah hebat dari naskah-naskah penulis lainnya yang jadi pemenang. Bisa jadi, tema yang saya angkat pun tidak pas dengan tema yang disyaratkan. So, daripada menyesali kekalahan, saya langsung mengincar penerbit mana yang akan dijodohkan untuk Dandelion. Pilihan saya jatuh pada GPU, dengan pikiran bahwa alur cerita naskah ini cocok di sana.

Hasilnya? Ternyata Dandelion memang berjodohnya dengan GPU, bukan dengan penerbit penyelenggara lomba tersebut. Tidak lebih dari 8 bulan menunggu sejak dikirim, Dandelion sudah bisa terbit. Surprise juga karena novel-novel saya sebelumnya di GPU terkadang harus nunggu antri terbit sampai 2 tahunan! Benar kan, kekalahan bukan akhir dari segalanya. Insya Allah, setiap naskah pun memiliki jodohnya tersendiri.

Sampai saat ini, saya masih ikut lomba-lomba penulisan. Buat saya, ajang lomba menjadi sebuah tantangan tersendiri. Deadline lomba seringkali menjadi pecut semangat agar saya lebih fokus dalam menulis dan menuntaskan tepat waktu. Lomba juga memacu saya untuk memberikan hasil terbaik yang saya bisa. Kalau diberikan rezeki untuk menang, ya alhamdulillah. Kalau belum beruntung, setidaknya kita sudah menyelesaikan satu naskah yang bisa kita kirim ke penerbit lain. 

Jadi, tidak pernah ada yang sia-sia dengan apa yang kita kerjakan, bukan? Yang penting, seriuslah dengan apa yang kita kerjakan. Ikut lomba bukan perkara mudah. Saingan kita bakalan sangat banyak. Hanya yang terbaiklah yang akan tampil sebagai jawarnya.

Yuk, siapkan banyak amunisi sebelum berperang. Banyaklah baca genre (tema) novel yang dilombakan sebelum mulai. Pelajari novel-novel yang diterbitkan oleh penerbit penyelenggara lomba agar kita bisa tahu naskah seperti apa sih yang dimaui penerbit tersebut. Lakukan riset mengenai tema yang akan kita angkat, agar tulisan kita jauh lebih berisi. Lalu, berdoalah agar proses menulis kita diberikan kelancaran dan bisa selesai tepat waktu.

Yuk. Nulis lagi! :)

Tips ikut lomba menulis lain bisa dibaca juga di sini :
http://iwok.blogspot.com/2012/11/tip-menulis-ikut-lomba-menulis-yuk.html

Komentar

Leyla Hana mengatakan…
Betul banget, Mas. Novelku yg kalah lomba jg sudah diterbitkan penerbit lain. Aku jg masih ikut ngelomba utk mengasah kualitas tulisan biar makin tajem :D
Iwok mengatakan…
eh, ada mba Leyla :)
betul mba, salah satu tujuan saya ikut lomba juga untuk meningkatkan kualitas, karena juri pasti mencari naskah yang terbaik. :)
Fardelyn Hacky mengatakan…
Kang Iwok, entah kenapa aku agak pusing baca tulisan warna putih dengan background hitam :D
Iwok mengatakan…
waah .. maaf mba ecky. kalau luang saya coba ganti layout deh :)
Fardelyn Hacky mengatakan…
Wuaduhh..aku jadi merasa bersalah komen soal blog dan bukan soal isi tulisan ini, xixiixii...
Nggak apa kang, kalo suka yang ini, gak perlu diganti. Mungkin aku aja nih yang kek gini, hehehe...
Salman Faris mengatakan…
Wah jadi semangat lagi nulisnya... sip2 thanks Kang Iwok
Iwok mengatakan…
@mba Ecky - udah lama sih ngga otak-atik template lagi. hehe .. tar deh nyari2 dulu :D
@salman - ayooo ... bikin cerita setting jepang atau korea dong, kan udah dan mau jalan2 ke sana? ^^
Unknown mengatakan…
menjadi penulis memang tidak mudah yaa.. buku sudah diterbitkan pun tidak jarang mendapat komentar2 pedas pada tema yg diankat atau pada kekurangan yg tidak bisa dimaklumi pembaca.. saya suka baca review2 di goodreads itu sangat tajam dan jleb banget.. hehe pdhl buku2 yg dikomentari itu sudah termasuk best seller.. kok bisa gitu ya kang??
Iwok mengatakan…
@syarifah - menurut saya, karena tidak ada buku yg bisa memuaskan seluruh pembacanya. setiap pembaca pasti memiliki ekspektasi yg berbeda-beda. karena itulah tidak akan ada buku yg sempurna. bahkan harry potter pun ada sajanyg nggak suka kan? hehehe

Postingan populer dari blog ini

Keajaiban Itu Ada; Bocil Sembuh dari Panleukopenia

Digitalisasi Usaha untuk Bertahan di Masa Pandemi

[Tips Menulis] Ketebalan Sebuah Naskah Novel?