Digitalisasi Usaha untuk Bertahan di Masa Pandemi

Namanya Aivi, penggiat usaha kuliner Pepes Nasi Hajah Lilis. Pepes nasi adalah makanan unik yang ada di Tasikmalaya, berupa nasi dengan isian lauk ayam dan tumis tahu yang dibungkus daun pisang lalu dikukus. Konsepnya hampir mirip dengan bacang, tapi bentuk dan rasanya cukup berbeda. Hajah Lilis adalah ibunya, yang meracik resep pepes nasi ini dan kemudian dijadikan branding untuk produknya. Seperti halnya penggiat kuliner rumahan lainnya, pandemi Covid-19 sudah meluluhlantakan usaha kuliner yang dikelolanya. 

Sumber foto : instagram.com/pepnashjlilis


Meskipun memiliki kedai kecil di garasi rumahnya, pepes nasi yang dijualnya lebih banyak ditawarkan melalui sosial media. Untuk pengiriman hari ini, Aivi bahkan sudah mempromosikan pepes nasinya sejak kemarin. Tak hanya di akun sosial media pribadinya, ia pun kerap menawarkan produknya di grup-grup komunitas kuliner yang diikutinya. Berbekal catatan pesanan yang diterimanya, ia akan mengantarkan pepes nasinya berkeliling kota Tasikmalaya mengendarai sepeda motornya. Kadang pepes nasi yang diproduksinya habis dipesan dan tak bersisa. Tapi tak jarang juga banyak bersisa hingga harus dibagikan kepada tukang becak maupun pemulung yang ada di sekitarnya. Pepes nasi bukan produk awet yang bisa disimpan lewat hari. Daripada mubazir, ia lebih memilih untuk menyedekahkannya sebelum basi. 

Usahanya sudah mulai berkembang saat pandemi kemudian datang. Perempuan dengan dua anak ini mulai kewalahan saat PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) mulai diterapkan dengan ketat. Ruas jalan ditutup di mana-mana, membuatnya kesulitan mengantarkan pesanan. Beberapa pesanan yang terlanjur diterima harus ia antarkan berjalan kaki dari ruas jalan terdekat. Pemanfaatan fitur dari GoFood dan GrabFood pun terkendala karena alat transportasi umum ikut dibatasi operasionalnya. Di awal pandemi saat kondisi tidak kondusif, ia bahkan sempat menghentikan produksinya. Seperti para pelaku usaha kuliner rumahan lainnya, omzet penjualan pepes nasinya terjun bebas tanpa bisa dikendalikan lagi. 

Saya masih ingat, sebelum pandemi, Sabtu malam adalah saatnya masyarakat Tasikmalaya menyerbu pasar kuliner yang ada di pusat kota. Mambo Kuliner Nite namanya. Para penggiat kuliner tumpah ruah di sepanjang jalan Mayor Utarya, berbaur dengan jubelan masyarakat Tasikmalaya yang tak henti berdatangan hingga tengah malam. Mereka yang semula hanya berjualan di rumah (home industry) kini berderet memenuhi tenda-tenda yang dipasang. Ini adalah pestanya para penggiat kuliner yang dijadikan pelepas rindunya masyarakat terhadap jajanan. Ini saatnya pedagang meraup untung. Seminggu sekali mereka panen besar karena apapun yang dijual tak pernah sepi diserbu pengunjung.

Sumber foto : instagram.com/mambokuliner

Covid-19 lantas memupus kemeriahan tersebut. Setelah beberapa kali mencoba buka dengan penerapan protokol kesehatan, Mambo Kuliner Nite akhirnya harus dihentikan. Kerumunan pengunjung yang menyemut dikhawatirkan akan menimbulkan penyebaran virus semakin massive. Dan dampak penutupan event ini cukup besar untuk para penggiat kuliner yang biasa berjualan di sana. Covid-19 tak hanya membuat mereka panik dan bingung, tapi juga melumpuhkan perlahan-lahan.

Omzet pepes nasi menurun lebih dari 50% karena omzet terbesar memang dari event mingguan itu,” aku Aivi. Kalau di hari-hari biasa ia bisa menjual 75 sampai 100 bungkus pepes nasi per hari, di Mambo Kuliner Nite ia bisa menjual hingga 300 bungkus dalam beberapa jam saja! Kehilangan event ini adalah sebuah pukulan berat. Di masa pandemi ini omzetnya harus merangkak lagi dari bawah hingga tak lebih dari 50 bungkus saja per hari. 

Sumber foto : instagram.com/pepnashjlilis

Pandemi ini benar-benar sebuah ujian, namun hidup toh masih harus terus berjalan. Seperti halnya para penggiat kuliner lainnya, ia tidak bisa mengeluh terus-terusan. Ada roda yang harus terus diputar karena kebutuhan tak akan hilang dengan keluhan. Menggenjot sistem layanan antar (delivery order) menjadi andalan Aivi saat ini. Bukannya tidak menyadari kalau sistem pesan antar ke berbagai tempat ini rentan resiko tertular virus, tetapi tuntutan kebutuhanlah yang menjadikan ia harus kuat dan berani. Ia mengandalkan protokol kesehatan yang dipatuhinya agar tetap bertahan dan terlindungi. Masker tak pernah lepas dikenakan. Begitu pula hand sanitizer yang selalu menyertainya dalam setiap transaksi.

Kesulitan yang dialami para pelaku ekonomi seperti ini bukan sekadar cerita belaka. Dikutip dari cnbcindonesia.com (15/12/2020), Menko Perekonomian Airlangga Hartanto mengakui kalau pandemi Covid-19 sangat berdampak terhadap pelaku UMKM sehingga pendapatan atau omzet turun hingga 30%. "Sulitnya permodalan, produksi terhambat, penjualan atau permintaan turun. Covid-19 berdampak besar ke UMKM," jelas Airlangga. Belum lagi berdasarkan survei Badan Pusat Statistik (BPS) yang dikutip dari artikel yang sama, pembatasan sosial memang sangat berpengaruh bagi para pelaku UMKM yang masih mengandalkan cara pemasaran yang dilakukan secara konvensional. 

Kisah ini tidak hanya terjadi pada Aivi dan pepes nasinya saja. Tidak hanya terjadi kota saya saja, Tasikmalaya. Di luar sana ribuan—bahkan jutaan—penggiat kuliner sedang mengalami kesulitan yang sama. Haruskah kita berputus harapan? Seharusnya tidak! Seperti dikutip dari website bi.go.id (03/12/20), Bank Indonesia optimis pemulihan ekonomi akan terwujud di tahun 2021. Pada Pertemuan Tahunan Bank Indonesia (PTBI) tahun 2020 yang diselenggarakan virtual pada tanggal 3 Desember 2020, Gubernur BI, Perry Warjiyo mengatakan bahwa Bank Indonesia optimis pemulihan ekonomi nasional pada tahun 2021 dapat terwujud dengan penguatan sinergi 1 prasyarat dan 5 strategi sebagai berikut :

Satu prasyarat tersebut adalah vaksinasi dan disiplin protokol COVID-19. Sedangkan 5 strategi respons kebijakan adalah sebagai berikut : 

1. Pembukaan sektor produktif dan aman.
2. Percepatan stimulus fiskal (realisasi anggaran).
3. Peningkatan kredit dari sisi permintaan dan penawaran.
4. Stimulus moneter dan kebijakan makroprudensial.
5. Digitalisasi ekonomi dan keuangan, khususnya UMKM.

Tidak semata-mata bidang UMKM jadi salah satu titik sorotan karena di lini ini dampak pandemi ini begitu jelas terasa. Karena itu bidang UMKM menjadi salah satu kebijakan yang harus ditingkatkan gairahnya agar perekonomian dapat pulih kembali. Dan digitalisasi dianggap menjadi sebuah solusi. 

"4 dari setiap 5 pelaku usaha yang menggunakan internet dan TI untuk pemasaran via online mengaku bahwa cara online berpengaruh dalam penjualan produk mereka," tulis Badan Pusat Statistik dalam laporan bertajuk Analisis Hasil Survei Dampak Covid-19 Terhadap Pelaku Usaha, dikutip CNBC Indonesia, Selasa (15/12/2020).

Itulah yang dilalukan Aivi dengan pepes nasinya sekarang. Meskipun ia belum berani membuka toko online di marketplace karena keterbatasan daya tahan produknya apabila dikirim ke luar kota, tapi ia memanfaatkan internet untuk mempertahankan usahanya. Ia tak pernah lelah menawarkan produknya setiap hari di sosial media. “Promosi itu harus!” ujarnya, “tak hanya untuk menjaring pembeli, tapi juga untuk mempertahankan branding dan juga mengenalkan bagi mereka yang mungkin belum tahu. Kalau aku nggak promosi, bagaimana orang bisa tahu kalau pepes nasi masih ada?”

Menggandeng ojek online sebagai mitra pun sudah dilakukan sebagai upayanya untuk digitalisasi usaha. Pepes Nasi Hajah Lilis sudah terdaftar sebagai mitra GoFood dan GrabFood. Ini tak hanya memudahkan bagi pelanggan yang ingin memesan pepes nasinya, tapi memudahkannya juga karena bisa mengurangi jumlah pesanan yang harus diantarnya. Tak hanya itu, dari sisi protokol kesehatan pun, pemesanan melalui GoFood dan GrabFood seperti ini akan memberikan kenyamanan bagi pelanggan. Untuk mengurangi adanya kontak langsung, pembeli bisa menggunakan fasilitas pembayaran dengan uang elektronik dan tinggal menunggu pesanannya di pintu rumah. Sip, kan?

Sumber gambar : instagram.com/bank_indonesia

Uang dipercaya sebagai salah satu media yang dapat menyebarkan virus atau kuman dengan cepat. Semakin seringnya terjadi transaksi, semakin cepat pula perpindahan uang dari satu tangan ke tangan lain akan terjadi. Tapi kita tidak perlu khawatir mengenai hal tersebut karena penggunaan uang elektronik sangat disarankan untuk dipergunakan dalam kondisi sekarang ini. 

Pepes Nasi Hajah Lilis sudah menggunakan QRIS untuk pembayaran,” ujar Aivi sewaktu saya tanya apakah hanya menggandeng ojek online untuk mendigitalisasikan usahanya. “Waktu itu Bank Indonesia Tasikmalaya bahkan mengadakan launching produk QRIS ini di Mambo Kuliner Nite tanggal 13 Maret 2020, selang sehari sebelum PSBB diterapkan.” 


Sumber gambar : http://bi.go.id

Apa itu QRIS? Sebagian orang mungkin belum tahu meskipun pasti pernah melihat logonya di kasir-kasir pembayaran. QRIS merupakan singkatan dari QR Code Indonesian Standard. Jadi, QRIS ini adalah QR Code yang bisa digunakan untuk seluruh pembayaran uang elektronik. Untuk yang sering menggunakan pembayaran dengan uang elektronik, QR Code tentu sudah tidak asing lagi. Mari kita cek Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran (PJSP) apa saja yang ada saat ini; GoPay, OVO, LinkAja, Doku, Sakuku, Shopeepay, PayTren, iSaku, atau Dana? Anda punya yang mana saja? Hanya dengan scan QR code akun yang kita miliki di ponsel pada alat pembaca di meja kasir, klik bayar, maka transaksi pembayaran akan sukses dilakukan. Tentunya saldo uang elektronik kita mencukupi ya. Nah, dengan QRIS ini, pembayaran akan menjadi lebih mudah. 
Pelaku usaha hanya cukup memasang QRIS, dan pembayaran dengan menggunakan seluruh Uang Elektronik Server Based dapat diterima. Cakep, ya? Eh, Uang Elektronik Server Based atau berbasis server ini apa sih? Nah ini maksudnya, uang tersebut tersimpan di server Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran (PJSP). Jadi yang sudah punya saldo di Ovo, Gopay, dan lain-lain, uang tersebut yang bisa digunakan. Paham kan, ya?

Sumber gambar : instagram.com/bank_indonesia


Proses digitalisasi dilakukan tentu saja untuk memberikan kemudahan, tak hanya untuk merchant (pelaku usaha) tetapi juga untuk konsumen. Mari kita lihat manfaat apa saja yang bisa diperoleh oleh masing-masing pihak apabila kita menggunakan QRIS. 

Untuk konsumen :   

  • Tidak perlu repot bawa uang tunai. Nggak perlu repot cari ATM dulu atau panik pas mau jajan eh uang di dompet sudah menipis, kan? Tinggal scan QR Code saja langsung beres!
  • Punya uang elektronik di PJSP (Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran) manapun tetap bisa diterima oleh QRIS. 
  • Aman dan nyaman karena nggak perlu takut menerima kembalian dari penjual. Saldo yang terpotong pun senilai jumlah transaksi saja. Masa pandemi gini baiknya memang mengurangi kontak langsung, kan?
  • Aman karena semua PJSP penyelenggara QRIS pasti mendapatkan izin dan diawasi langsung oleh Bank Indonesia.
  • Dan yang pastinya, lebih gaya dong. Hari gini memang sudah musimnya cashless, kan? 


Untuk Merchant (Pelaku Usaha) :
  • Lebih praktis karena cukup memasang satu QRIS saja dan tidak perlu menjejerkan QR Code scan PJSP berderet-deret. Menuh-menuhin meja saja.
  • Menerima seluruh konsumen yang uang elektroniknya beda-beda. Jadi kalau ada pembeli yang nanya, “bisa bayar pakai Gopay, nggak?” bisa langsung dijawab, “Di sini sih mau pakai apa aja bisa!” Kurang keren gimana coba? Hehehe.
  • Nah, penjualan juga bisa keangkat tuh karena semua pembayaran bisa dilayani. Jadi nggak ada ceritanya nolak-nolak pembeli gara-gara uang elektroniknya beda. Ayo, ayo sini, pakai QRIS semua diterima kok.
  • Nggak perlu khawatir terima uang palsu lagi. Fyuuuh … padahal itu yang biasanya bikin was-was, ya?
  • Nggak perlu repot nyiapin uang kembalian juga. Jadi nggak usah ngibrit-ngibrit lagi ke warung sebelah sambil teriak-teriak, “nukerin duit dooong.”
  • Seluruh transaksi akan tercatat secara otomatis. Jadi kalau sewaktu-waktu kalau mau dicek tinggal dibuka saja daftar transaksinya.
  • Branding kedai juga jadi makin cihuy dong. Kan jadinya keren karena sudah menggunakan sistem pembayaran terkini. Ya, kan?
Digitalisasi usaha dan transaksi digital memang bukan satu-satunya upaya untuk meningkatkan roda usaha. Banyak elemen lain yang tetap harus diperhatikan, seperti kualitas produk dan juga peningkatan pelayanan untuk mendapatkan kepuasan konsumen. Tetapi kalau dengan digitalisasi usaha kita bisa membawa usaha yang sedang dirintis ke prospek yang lebih baik, kenapa tidak? Bukankah memang sudah seharusnya kita melakukan berbagai upaya untuk mendapatkan hasil yang maksimal?

Sumber gambar : instagram.com/bank_indonesia


Jadi, bagaimana kondisi pepes nasi sekarang?” tanya saya penasaran. Apakah melakukan digitalisasi usaha yang dilakukannya sudah membawa perubahan?
Pastinya belum sestabil dulu. Tapi pepes nasi masih tetap bertahan di kondisi sekarang. Omzet harian pun sudah mendekati penjualan di masa sebelum pandemi. 75 bungkus per hari sudah sering dicapai belakangan ini.” 

Alhamdulillah ….


Sumber referensi :

Terima kasih banyak :
  • Rahma Agung Aivi
  • Pepes Nasi Hajah Lilis

Komentar

Ina Inong mengatakan…
Aduh kabita itu pepes nasinya, enak buat makan siang ya, anget-anget
Iwok Abqary mengatakan…
Teh Ina, ini salah satu pilihan makan siang saya di kantor 😁
Dian Onasis mengatakan…
Pov yang menarik. Wajar jika juri kepincut...

Postingan populer dari blog ini

Keajaiban Itu Ada; Bocil Sembuh dari Panleukopenia

[Tips Menulis] Ketebalan Sebuah Naskah Novel?