can hardly believe it. I win again at fruittea.co.id. Anyway, it's my wife who win grand prize at the second week, but the prize will be ours still. Ramadhan brings us a good luck. Thanks God for blessing us!
Dua minggu lalu (11 November 2015), si Bocil (Anggora, 10-11 bulan) menunjukkan gejala-gejala sakit. Saya menganggapnya biasa saat dia seringkali muntah bulu (hairball). Berdasarkan informasi yang saya peroleh di internet, hal yang wajar kucing memuntahkan bulu yang tertelan dan menggumpal menyumbat kerongkongan. Tetapi, saya mulai menganggapnya tidak biasa saat muntahnya jadi rutin setiap hari. Tidak hanya bulu yang keluar, tetapi juga cairan dan makanan yang sudah tertelan. Terlebih saat kotorannya kemudian menjadi lembek dan encer. Bocil sebelum sakit Apakah karena saya baru saja mengganti makanannya? Sudah sejak awal November saya mencoba mengalihkan makanan si Bocil dari merk Blackwood ke Proplan. Bukan karena Blackwood tidak bagus (menurut referensi, Blackwood kandungannya justru lebih bagus karena tidak mengandung grain), tetapi karena merk ini jarang sekali terdapat di petshop di kota saya. Hanya ada 1 petshop yang menjual Blackwood, dan itupun saya takut mereka tidak ak
Namanya Aivi, penggiat usaha kuliner Pepes Nasi Hajah Lilis. Pepes nasi adalah makanan unik yang ada di Tasikmalaya, berupa nasi dengan isian lauk ayam dan tumis tahu yang dibungkus daun pisang lalu dikukus. Konsepnya hampir mirip dengan bacang, tapi bentuk dan rasanya cukup berbeda. Hajah Lilis adalah ibunya, yang meracik resep pepes nasi ini dan kemudian dijadikan branding untuk produknya. Seperti halnya penggiat kuliner rumahan lainnya, pandemi Covid-19 sudah meluluhlantakan usaha kuliner yang dikelolanya. Sumber foto : instagram.com/pepnashjlilis Meskipun memiliki kedai kecil di garasi rumahnya, pepes nasi yang dijualnya lebih banyak ditawarkan melalui sosial media. Untuk pengiriman hari ini, Aivi bahkan sudah mempromosikan pepes nasinya sejak kemarin. Tak hanya di akun sosial media pribadinya, ia pun kerap menawarkan produknya di grup-grup komunitas kuliner yang diikutinya. Berbekal catatan pesanan yang diterimanya, ia akan mengantarkan pepes nasinya berkeliling kota Tasikmalaya
Picture from : www.guardian.co.uk Beberapa kali saya mendapatkan pertanyaan, baik di facebook, twitter, maupun di blog ini juga, seperti ini : " Bolehkah kalau naskah saya lebih panjang dari ketentuan yang disyaratkan oleh penerbit ?" " Kenapa sih harus dibatasi segala? Bukankah lebih tebal ceritanya akan lebih asyik ?" " Di luar negeri, novelnya tebel-tebel. Nggak ada tuh pembatasan 150-200 halaman ?" Ya, kira-kira seperti itulah inti pertanyaannya. Saya coba bantu jawab ya, semoga pemahaman saya tentang ini tidak melenceng dari yang sebenarnya. Oya, bahasan saya di bawah ini merujuk ke penulisan naskah novel (remaja/dewasa) ya, bukan cerpen, artikel, atau buku cerita bergambar untuk anak. Penerbitan buku adalah sebuah industri, sehingga jelas harus diperhitungkan untung ruginya. Tidak mungkin ada sebuah penerbit yang menerbitkan buku dan berharap bukunya tidak laku. Untuk apa? Padahal menerbitkan buku berkaitan dengan sejumlah pelaku buku yang
Komentar