Ketika semangat 17 luntur seketika

Karena 17 Agustus kali ini jatuh pada hari Jumat, dianggap hari yang pendek. Tidak semua lomba digelar saat itu. Hari ini (Minggu) lomba-lomba tersisa dilanjut lagi. Khususnya lomba buat anak-anak dan panjat pinang yang memang belum dilaksanakan.

Jauh-jauh hari Abith sudah bertekad untuk ambil bagian dalam lomba Makan kerupuk. Asyiiik .. semangatnya kali ini setidaknya ada peningkatan. tahun-tahun sebelumnya Abith tidak pernah mau ikut lomba apapun, dan memilih jadi penonton setia saja. SO, tahun ini adalah tahun pertama Abith ikut meramaikan lomba 17-an.

Celotehnya tentang ikut lomba makan kerupuk sudah bergaung dari jauh hari. Dia seolah tidak sabar kapan lomba ini digelar. Setiap ada yang mengajaknya ikutan berbagai lomba, Abith cuma menggeleng. "Nanti lomba makan kerupuk aja!" jawabnya mantap. Dia tidak tertarik dengan lomba membawa kelereng dalam sendok, lomba memasukan pensil ke dalam botol, atau lomba memecahkan air dalam plastik yang tergantung. Sepertinya, tahun ini cukup lomba makan kerupuk saja.

Siang ini, ketika lomba makan kerupuk diumumkan, mata Abith langsung berbinar. Dia langsung berlari ke tempat lomba dari tempatnya berteduh menghindari sengat matahari. Sebagai anak Balita, dia langsung mendapatkan urutan pertama bersama balita seumurannya. Dia wanti-wanti agar gw tidak lupa memfotonya. Hmmm .. ok. pasti!

Ketika panitia memberi aba-aba : "Satu ... dua ... tiga!" Abith dengan sontak memegang kerupuk yang tergantung di depannya, dan langsung mengigitnya.
"Jangan dipegang!" teriak panitia tegas dan keras.
"Abith, tangannya di belakang!" teriak tantenya yang menjadi supporternya.
Abith tersentak kaget. Tubuhnya terdiam kaku. Matanya tiba-tiba meredup, dan banjir airmata tiba-tiba saja merontokkan semangat kemerdekaan yang semula membuncah di dadanya. Tangisnya meledak, dan dia lari ke arah gw yang sadar apa yang sedang terjadi. Tubuhnya memeluk erat kaki gw dan melepaskan tangisnya disana.

Abith malu di depan keramaian! Abith merasa sudah dibohongi semuanya. Kata siapa lomba ini tidak boleh menggunakan tangan? Siapa yang sudah memberikan aturan seperti itu? Tidak ada! Panitia hanya mengatakan lomba kerupuk ini dulu-duluan menghabiskan kerupuk yang tergantung. Tidak ada satupun yang mengatakan lomba ini tidak boleh menggunakan tangan sebagai alat bantu.

Abith menangis dan terus menangis, sampai akhirnya gw harus membopongnya pulang. Tidak ada lagi semangat 17-an yang beberapa hari ini menguasai pikirannya (bahkan dia yang memaksa gw memasang ratusan bendera kecil di sekeliling rumah). Abith lebih memilih mengurung diri di kamar, dan bermain sendiri dengan bonekanya, sampai keriuhan di depan rumah usai.

Maafkan ayah ya Nak, maafkan semua panitia juga. Kita baru menyadari bahwa ini adalah lombamu yang pertama. Seharusnya kita menyampaikan semua aturan permainan yang berlaku, agar semua peserta mengerti lomba yang diikutinya. Dan memang begitulah seharusnya! Tanpa kecuali!

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Keajaiban Itu Ada; Bocil Sembuh dari Panleukopenia

Digitalisasi Usaha untuk Bertahan di Masa Pandemi

[Tips Menulis] Ketebalan Sebuah Naskah Novel?