Lima Elang

Rudi Soejarwo memang sebuah nama yang sangat menjanjikan dalam dunia perfilman tanah air. Karya-karya besutannya selama ini selalu memberikan kualitas hiburan yang cukup maksimal. Tidak kurang dari Ada Apa Dengan Cinta (AADC), Mengejar Matahari, 9 Naga, Mendadak Dangdut, Liar, dan Batas yang pernah menjadi bukti tangan dinginnya. Tidak perlu diragukan lagi kan?

Karena itu, saya cukup antusias ketika tahu Rudi menggarap film Lima Elang ini. Saya yakin, film ini tidak akan asal jadi saja, tapi banyak hal yang bisa dinikmati di dalamnya. Ternyata saya tidak salah, film keluarga ini digarap cukup apik, mulai dari casting pemainnya yang pas, lokasi yang keren, serta penggarapan sinematogtrafinya yang jempol. Tak heran kalau tidak ada bagian yang membosankan sepanjang film ini. Semua mengalir begitu saja.

Ceritanya berkisah tentang Baron (Christoffer Nelwan) yang harus pindah dari Jakarta mengikuti orangtuanya ke Balikpapan. Baron yang menyukain mainan RC (Remote Control) merasa tidak begitu nyaman di tempat barunya, mengingat tidak seorangpun teman sekolahnya yang sehobi dengannya. Di sekolah barunya Baron malah ditawari menjadi anggota pramuka oleh Rusdi (Iqbaal Dhiafakhri), sebuah kegiatan yang tak pernah dibayangkan sebelumnya oleh Baron. Tak kalah kagetnya, Baron tiba-tiba ditunjuk mewakili sekolah untuk mengikuti perkemahan se Kalimatan Timur. Jelas saja Baron awalnya menolak. Hanya saja, sebuah rencana tiba-tiba membuat Baron menyetujui untuk ikut, bergabung bersama Anton (Teuku Rizki), Aldi (Bastian Bintang) dan si Kembar (yang sayangnya harus langsung pulang karena terkena cacar).

Berbagai kegiatan perkemahan dilakukan setengah hati oleh Baron. Dia masih menjadikan perkemahan ini sebagai kedok untuk melaksanakan rencana tersembunyinya. Tapi pada saat dilaksanakan game pencarian jejak di tengah hutan, terjadi perselisihan antara 4 sekawan itu. Baron, Aldi, dan Sindai memutuskan untuk meninggalkan perkemahan, sementara Rusdi dan Anton tetap melanjutkan games. Celakanya, Rusdi dan Anton tersesat di dalam hutan dan malah bertemu komplotan penebang pohon liar. Mereka disekap! Baron yang di dalam hatinya mulai merasa kedekatannya dengan teman-teman barunya mulai menyesali keputusan egoisnya meninggalkan tim Elang. Akhirnya dia kembali mencari Rusdi dan Anton, serta menyelamatkannya dari cengkeraman para penjahat.

Siapakah Sindai? Dia adalah gadis pramuka yang merasa jengah dengan teman-teman satu regunya yang manja, dan bermaksud kabur dari perkemahan. Di tengah hutan, dia bertemu dengan Baron dan teman-temannya, lalu mengikuti mereka karena tidak ingin tersesat sendiri. Karena itulah Sindai pun kemudian terjebak harus ikut menyelamatkan Rusdi dan Anton.

Berhasilkah Baron, Aldi dan Sindai menyelamatkan Rusdi dan Anton dari tangan penjahat? Lalu, apakah Regu Elang dapat memenangkan games tersebut sehingga menjadi Regu Terbaik dalam perkemahan? Ending yang mungkin mudah ditebak, tapi juga bisa sedikit mengecoh di sisi lain.

Begitu menyadari kalau LIMA ELANG ini mengangkat cerita tentang Pramuka, saya langsung bersorak dalam hati. Bravo! Ini adalah tema cerita yang sangat langka. Kemandirian seorang pramuka sudah sepantasnya dikenalkan pada anak-anak, sehingga mereka tidak lagi menjadi enggan untuk menjadi seorang pramuka dan merasakan begitu banyak manfaatnya. Melalui Lima Elang, saya sangat berharap anak-anak Indonesia akan sebangga Rusdi saat mengenakan seragam pramuka dan dengan percaya diri mengenalkan dirinya seperti ini; "Hallo, nama saya Rusdi, dan saya adalah seorang Penggalang!" Suer, sebagai mantan pramuka, saya merinding mendengar kalimat itu. Ada keharuan yang luar biasa.

Apabila menonton film ini saya sarankan agar anda mengenakan kacamata anak dalam mengikuti jalan ceritanya. Tidak perlu protes karena jalan ceritanya yang sederhana dan mudah ditebak. Biar saja, karena toh anak-anak menyukainya. Jangan protes pula kenapa pada saat perkemahan baru akan dimulai, dan bahkan tenda belum didirikan, sudah ada beberapa pertandingan yang sedang dimainkan. Tarik tambang misalnya yang dimainkan si kembar padahal mereka baru saja sampai di perkemahan. Atau kenapa anak-anak semudah itu mengatakan ingin kabur dari perkemahan, padahal perkemahan itu berada di dalam hutan yang jauh dari mana-mana. Atau ... ah, tidak perlu dibahas bukan? Lebih baik duduk tenang, nikmati popcorn yang ada, dan nikmati gambar di layar.

Satu yang sedikit disesalkan, apakah cerita anak SD sekarang harus selalu diselipkan adegan naksir-naksiran lawan jenis? Tokoh Aldi dalam film ini diceritakan menyukai tokoh Sandra, dan karena itulah Aldi mau ikut dalam perkemahan. Takutnya informasi seperti ini akan menjadi pembenaran bagi anak-anak bahwa naksir-naksiran saat SD itu adalah hal yang diperbolehkan. Mudah-mudahan penonton cilik kita akan melewatkan bagian ini dan tidak menyimpannya dalam hati.

Overall, Lima Elang adalah film keluarga yang lucu, seru, tegang dan mengharukan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Keajaiban Itu Ada; Bocil Sembuh dari Panleukopenia

Digitalisasi Usaha untuk Bertahan di Masa Pandemi

[Tips Menulis] Ketebalan Sebuah Naskah Novel?