[Review] City of Masks ~ Mary Hoffman
Penerbit : Mizan Fantasi (Lingkar Pena Publishing House)
Penerjemah : Rini Nurul Badariah
Editor : Richanadia
Jumlah halaman : 442 hal
Published : October 2011
ISBN : 9794336595
Lucien Mulholland terjaga di sebuah negeri asing. London masa kini di mana dia tinggal, telah berubah menjadi daerah penuh air. Kanal-kanal lebar dengan gondola yang berseliweran hadir membelah kota, memenuhui setiap pandangannya. Ini bukan London, pikirnya. Kota ini lebih mirip Venesia, seperti dalam cerita yang pernah didengarnya dan buku-buku yang pernah dibacanya, hanya saja dalam versi jaman yang lebih tua. Selintas saja dia bisa merasakan kalau dia datang ke sebuah masa yang sudah lampau.
Keterkejutan Lucien tidak hanya itu. Dia tidak lagi merasakan sakitnya. Dalam masanya, tubuhnya layu digerogoti kanker dan harus terbaring menunggu nasib di bangsal rumah sakit. Di sini dia merasa sehat. Kepalanya yang hampir botak karena rambutnya yang rontok akibat kemoterapi, kini kembali hitam dan lebat. Dibalik keterkejutannya, dia merasakan gairah sebuah petulangan.
Lucien tidak pernah tahu kalau dia ternyata berkunjung ke Belezza, sebuah kota di negeri Talia, di abad enam belas. Sebuah buku catatan milik seorang stravagante sudah membawanya menembus ruang dan waktu, untuk menyongsong petualangan yang harus dilaluinya.Bagaimana tidak, kedatangan Lucien di Belezza saja sudah salah. Dia datang pada saat Giornata Vietata, yang merupakan hari terlarang dalam satu tahun bagi semua orang kecuali penduduk asli Belezza. Lalu, tiba-tiba saja dia harus terlibat dengan Arianna, seorang gadis pemberontak terhadap segala aturan yang dibuat Duchessa, pemimpin Belezza. Lucien pun tidak mengira kalau dia harus ada dalam lingkaran aksi percobaan pembunuhan Penguasa kota tersebut. Lucien terjebak dalam kemelut, dan beresiko harus tinggal di masa itu selamanya!
City of Masks bukan novel bertema time-travel pertama yang saya baca. Setidaknya, saya pernah membaca The Gideon Trilogy - Linda Buckley Archer sebelum ini. Keduanya memiliki alur yang mirip, tentang seseorang yang pergi ke abad lampau, mengalami petualangan di sana, lalu terjebak menemukan jalan pulang ke masanya. Bedanya, dalam The Gideon Trilogy ada mesin 'serius' yang digunakan untuk perjalanan antar waktu (meski tampaknya tidak serumit mesin yang digunakan Michael J. Fox dalam film 'Back to The Future'). Dalam City of Masks tidak perlu serumit itu. Lucien hanya butuh 'jimat' berupa benda yang berasal dari masa itu untuk menjadi seorang stravagante, dan menghilang begitu saja ke masa lampau. Ceritanya? Oh, tentu saja berbeda.
Yang menarik, novel ini memakai sudut pandang (POV) yang berganti-ganti. Mungkin agak membingungkan pada bab-bab awal, karena City of Masks memiliki banyak tokoh dan diberikan porsi POV masing-masing (plus nama Italia yang terkadang sulit saya hapalkan). Perpindahannya pun kadang hanya dalam paragraf-paragraf singkat sehingga dalam satu bab bisa terdapat banyak POV. Tapi bergerak ke bab-bab selanjutnya, perubahan POV ini tidak lagi terlalu mengganggu, karena kita sudah mengenal para tokohnya sehingga lebih mudah menerka tokoh siapa yang bermain kali ini.
City of Masks, melalui petualangan Lucien dan Arianna, sudah mengajak saya menyusuri Venesia di masa lampau (Belezza), mengayuh Gondola sepanjang kanal yang meliuk-liuk membelah kota, dan menikmati keindahan sebuah kota di jantung Eropa. Rasanya tak sabar menanti City of Stars untuk mengetahui petualangan dan nasib Lucien selanjutnya. Banyak hal yang belum terungkap dan banyak cerita yang belum usai. Dan tampaknya saya harus bisa bersabar.
Yang menarik, novel ini memakai sudut pandang (POV) yang berganti-ganti. Mungkin agak membingungkan pada bab-bab awal, karena City of Masks memiliki banyak tokoh dan diberikan porsi POV masing-masing (plus nama Italia yang terkadang sulit saya hapalkan). Perpindahannya pun kadang hanya dalam paragraf-paragraf singkat sehingga dalam satu bab bisa terdapat banyak POV. Tapi bergerak ke bab-bab selanjutnya, perubahan POV ini tidak lagi terlalu mengganggu, karena kita sudah mengenal para tokohnya sehingga lebih mudah menerka tokoh siapa yang bermain kali ini.
City of Masks, melalui petualangan Lucien dan Arianna, sudah mengajak saya menyusuri Venesia di masa lampau (Belezza), mengayuh Gondola sepanjang kanal yang meliuk-liuk membelah kota, dan menikmati keindahan sebuah kota di jantung Eropa. Rasanya tak sabar menanti City of Stars untuk mengetahui petualangan dan nasib Lucien selanjutnya. Banyak hal yang belum terungkap dan banyak cerita yang belum usai. Dan tampaknya saya harus bisa bersabar.
Komentar