[Jalan-jalan] Saung Danau Lemona
Long weekend kali ini bener-bener nggak ada acara. Biasanya juga nggak pernah planning bikin acara sih, tapi kali ini asli mati gaya. Bingung mau ke mana. Liburan ke luar kota, jelas tidak mungkin. Gue paling menghindari liburan ke luar kota di saat long weekend seperti ini. Macet di mana-mana! Bukan hanya di perjalanannya, tapi juga di lokasi tujuannya. Males banget kalau liburannya malah tidak bisa dinikmati. Kalau mau liburan gue justru lebih milih di low season, saat orang-orang nggak pada nyerbu ke tempat-tempat rekreasi. Enak, nggak usah desek-desekan.
Nah, libur tiga hari kemarin pun nggak sempet mikir mau pergi-pergi ke mana. Makanya santey aja, tidur larut malem, bangun bisa siang. Gulipak-gulipek di tempat tidur seharian. Nonton TV sampe bingung nyari posisi yang enak lagi, saking semua gaya udah dicoba. Tengkurep, telentang, nungging, atau sambil ucang-ucang angge (ini sih karena dipaksa Rayya).
Tapi kok bosen ya? Gelutukan seharian di rumah malah bikin galau. *halah* Kalau sudah begini, nggak ada cara lain selain harus jalan-jalan ke luar rumah. Mau jalan ke mal kok belum-belum udah males. Mal di Tasik kan cuma itu doang. Perasaan udah hapal deh setiap sudutnya, mau ngapain lagi ke sana? Apalagi kalau nggak ada niat belanja (atau ga punya duit), jalan-jalan di mal malah suka nanggung. Dapet pegel dan mupeng doang.
So, jalan satu-satunya adalah wisata kuliner! Makan-makan di saung kalau istilah Abith, anak gue sih. Tapi di saung mana lagi? Belum ada kabar tempat makan baru lagi yang baru berdiri. Perasaan semua saung makan udah gue jajah semua. Eh ada sih, LELE LELA depan Asia Plaza. Tapi denger kata lelenya aja gue udah geli duluan. Geli ngebayangin kumisnya. Aiiiih. Coret!
"Ke Saung Lemona aja, Yah!" usul Iren. "Nyobain."
HAH? Gue langsung parno sendiri. Yayaya, boong besar kalau gue udah pernah nyobain semua tempat makan yang ada di Tasik. Saung Lemona adalah salah satu yang belum pernah gue jajagi keberadaannya. Alasannya? Jauuuuh. Gue sering males duluan kalau niat mau ke tempat yang satu ini. Pernah gue nanya temen yang pernah ke sana. Dia bilang juga begitu; jauuuuh. Bahkan dia bilang, daripada lo ke Lemona, mending ke Asep Stroberi aja di Nagreg. Bujubuneng, sejauh itu? Nagreg kan 1,5 jam dari Tasik, lewat Garut pula. Gara-gara itu pula, beberapa kali niat menyatroni Saung Lemona dibatalkan karena gue males sama jauhnya. Nggak ah, mau nyari makan apa nyari susah?
Tapi kok bosen ya? Gelutukan seharian di rumah malah bikin galau. *halah* Kalau sudah begini, nggak ada cara lain selain harus jalan-jalan ke luar rumah. Mau jalan ke mal kok belum-belum udah males. Mal di Tasik kan cuma itu doang. Perasaan udah hapal deh setiap sudutnya, mau ngapain lagi ke sana? Apalagi kalau nggak ada niat belanja (atau ga punya duit), jalan-jalan di mal malah suka nanggung. Dapet pegel dan mupeng doang.
So, jalan satu-satunya adalah wisata kuliner! Makan-makan di saung kalau istilah Abith, anak gue sih. Tapi di saung mana lagi? Belum ada kabar tempat makan baru lagi yang baru berdiri. Perasaan semua saung makan udah gue jajah semua. Eh ada sih, LELE LELA depan Asia Plaza. Tapi denger kata lelenya aja gue udah geli duluan. Geli ngebayangin kumisnya. Aiiiih. Coret!
"Ke Saung Lemona aja, Yah!" usul Iren. "Nyobain."
HAH? Gue langsung parno sendiri. Yayaya, boong besar kalau gue udah pernah nyobain semua tempat makan yang ada di Tasik. Saung Lemona adalah salah satu yang belum pernah gue jajagi keberadaannya. Alasannya? Jauuuuh. Gue sering males duluan kalau niat mau ke tempat yang satu ini. Pernah gue nanya temen yang pernah ke sana. Dia bilang juga begitu; jauuuuh. Bahkan dia bilang, daripada lo ke Lemona, mending ke Asep Stroberi aja di Nagreg. Bujubuneng, sejauh itu? Nagreg kan 1,5 jam dari Tasik, lewat Garut pula. Gara-gara itu pula, beberapa kali niat menyatroni Saung Lemona dibatalkan karena gue males sama jauhnya. Nggak ah, mau nyari makan apa nyari susah?
Tapi hari Sabtu kemarin (24/03) kayaknya adrenalin gue terpancing *halah, nyari makan kok kayak mau bungee jumping*. Anggap aja lagi pergi liburan, pikir gue. lagian kalau masih Tasik-Tasik juga, sejauh apa sih? So, berangkatlah kita menuju Danau Lemona! Karena nunggu Abith pulang sekolah, kita baru berangkat jam 12 siang. Tetew! Risky banget, kan? Udah jelas jalannya jauh, eh berangkatnya siang pula. Tapi kadung udah niat, the show must go on lah. Kalo emang jauh, ya balik lagi aja. *glek*
Danau Lemona ada di daerah Salopa, Tasikmalaya Selatan, jadinya kita ambil arah lewat Kawalu. Yang gue tahu sih jalannya emang lewat sana. Apalagi ancer-ancer yang temen gue bilang, patokan untuk menuju ke Danau Lemona adalah lewat daerah Sukaraja, lalu ada belokan ke kiri dengan papan petunjuk yang terpampang jelas di sana. Oke, mari kita jalan!
Dan meluncurlah kita berempat bersama Si Kutu Biru. Setengah jam berikutnya Sukaraja sudah terlewati, dan mata gue mulai waspada, jangan sampe belokannya kelewat dan kita malah kebablasan sampai ke Cibalong. Tapi akhirnya plang petunjuk itu kelihatan juga. Lumayan gede soalnya tepat di depan belokan jalan.
SAUNG DANAU LEMONA, 15 KM LAGI!
HAH? Gustiiii.... nggak kurang jauh?
Dan petualangan pun dimulai. Dari tempat belokan tadi jalanan mulai menyempit, tidak rata, dan mulai sepi. Hanya beberapa kali kita berpapasan dengan mobil lain dari arah depan. Di sepanjang jalan pun rumah-rumah mulai berkurang. Terkadang kita melewati sawah, ladang, atau hutan yang jaraknya cukup panjang.
"Ayah, ini mau ke mana?" Abith melirik gue bingung. Mungkin dia bingung kenapa kita malah main ke hutan? Tenang Nak, kamu tidak bingung sendiri. Ayahmu juga bingung kok. Ini mah berasa mau hiking atau naik gunung, bukan mau makan siang! Apalagi jalanan yang tidak mulus ditambah pula harus berkelok-kelok. Hiyaaaa.... life is an adventure! Untung sepanjang jalan Rayya bobo. Kalau dia sampe melek, yang ada pasti ngamuk-ngamuk; "Mau pulaaaaaaang...."
Gue sih cuma berharap, perjuangan berat ini akan setimpal dengan apa yang kita dapatkan nanti. So, petualangan pun dilanjutkan. Karena rute yang cukup berat (buat gue) ditambah gue emang driver yang alon-alon asal kelakon, baru tiga perempat jam berikutnya kita sampai. Hureeeeey.... akhirnya kita sampaaaai. *terharu*
Ternyata oh ternyata, ekspektasi gue ketinggian. Pemandangan alam sekitarnya okelah, cukup sejuk dengan kehijauan di sekeliling danau. Sayangnya danau yang gue bayangkan luas tapi ternyata tidak ini agak kotor dengan dedaunan. Airnya pun tidak bening, tapi malah hijau seperti tanda-tanda air tidak mengalir. Saung-saung yang ada pun tidak cukup terawat. Bahkan saat kita memasuki sebuah saung terapung di pinggiran danau, masih banyak remah-remah yang belum tuntas dibersihkan. Tunggu punya tunggu, tak ada satu pun petugas yang datang untuk membersihkan, padahal saat kita pesan makanan pun sudah mengeluhkan kebersihannya. Akhirnya, Iren menyingsingkan lengan tangan, membersihkan meja makan lesehan yang super gede itu dengan ... tisu!
Tempat seluas itu ternyata sangat sepi. Pada saat kita datang, hanya ada satu rombongan keluarga (sekitar 6 orang) yang makan di sana. Kita baru duduk, eh mereka malah pulang. Meski begitu, ada panggung hiburan *organ tunggal* yang menemani kesendirian kita. *cieeee* Tapi setelah itu, terlihat ada sepasang muda-mudi yang ikut bergabung makan di sana. Saat kita beranjak pulang, baru lah datang satu mobil lagi rombongan keluarga. Halah, kenapa nggak dari tadi?
Kita sudah sangat terbiasa menjelajah makanan dari saung ke saung yang ada di Tasik. Karena itu jangan heran kalau kita terbiasa membandingkan rasa, penyajian, dan juga harga. Maaf-maaf kalau gue bilang ketiga poin tersebut tidak mendapatkan nilai yang bagus. Nasi liwetnya keras, jauh banget kalau harus dibandingkan dengan liwetnya Saung Ranggon. Gurame goreng yang dari awal kita minta goreng kering pun ternyata masih benyek bagian dalamnya. Nggak ada crispy-crispynya. Mungkin karena ngegorengnya pake api terlalu gede? *sotoy* Kayaknya Bumbunya pun aneh, pake ketumbar. Iren bilang, kok kayak ngegoreng ikan mujair ya? Rasa daging guramenya jadi ilang.
Sebenarnya, patokan makan buat gue di setiap saung cuma dua; nasi liwet dan gurame gorengnya, karena dua itu yang jadi menu wajib ke manapun kita bergerak *halah*. Kalau yang dua itu maknyos, kita bisa datang berulang. Tapi kalau tidak, maaf-maaf ye. Menu yang lain sih buat gue nggak jadi patokan, karena perannya cuma sebagai pelengkap penderita doang.
Harga? Hard to say harganya kalah murah dibanding saung-saung lainnya, apalagi dengan rasa dan pelayanan yang kurang maksimal seperti itu. Apalagi dengan jauhnya!
Anyway, meski banyak kekurangan tapi tetap ada kelebihan juga dong. Meski gue bilang makanannya tidak memuaskan, toh anak gue bilang enak, dan makan banyak. Belum lagi rasa exciting mereka saat naik saung terapung dan goyang-goyang selama makan. Ini jadi sensasi dan pengalaman tersendiri buat mereka. Yang seru, Saung Lemona menyediakan perahu bebek dan perahu dayung buat pengunjung. Pake sepuasnya dan gratis! Karena ngeri kebalik kalo make sampan, akhirnya kita milih berperahu pake bebek-bebekan saja. Asyik, bisa muter-muter keliling danau.
Satu lagi yang seru dan bisa menguji keberanian; melintasi jembatan gantung! Jembatan yang terbuat dari bambu ini melintas kurang lebih 60 meter dari pintu masuk sampai ke lokasi saung-saung. Cobain dan bergoyang-goyanglah selama beberapa menit perjalanan. Rasakan sensasinya dan berpeganganlah agar kamu tidak tercebur! Nggak punya keberanian? Nggak masalah, ada petugas khusus yang akan menjemput menggunakan rakit!
Komentar
kang iwok, Assalamu'alaykum.. saya Shofiyatunnisa dr SMA Almuttaqin, :)
boleh mampir ke blog saya di www.shofigibraltar.blogspot.com :)
terima kasih :)
makasih sudah mampir ya. Siap meluncur ke blognya.
iya.. bagus untuk di tafakuri ^^
iya tuh.. yg lelah jd tenang hihi..
sama2 kang, bolehkah saya minta kritik dan saran untuk blog ku? :)
makasih.
*warna kesukaanku hihi
oh iya siap kang :D makasih :)