Sehat itu Berawal dari Rumah

Anak-anak dan jajanan, adalah dua bagian yang sulit sekali dipisahkan. Mungkin sudah kodratnya kalau anak-anak akan begitu mudah tergiur oleh jajanan, sebagaimana jajanan itu sendiri dibuat (kebanyakan) untuk anak-anak. Sebagai orangtua, ini adalah PR yang sangat berat, bagaimana caranya dapat mengendalikan nafsu jajan anak-anak sehingga tidak menimbulkan gangguan pada kesehatan mereka.

Tidak bisa dipungkiri, jajanan tidak sehat sudah menjadi nightmare tersendiri bagi orangtua. Pemberitaan di televisi dan media lain tentang penggunaan zat pengawet, pewarna tekstil, pemanis buatan, dan zat-zat kimia lainnya semakin marak digunakan dalam berbagai jenis makanan, menjadi momok yang sangat menakutkan. Bagaimana tidak, makanan dan jajanan tidak sehat itu berada di sekeliling kita! Para penjaja makanan selalu lalu-lalang di depan rumah, atau mangkal dengan setia di halaman-halaman sekolah, menebarkan godaan pada setiap anak yang berdatangan.

Bisakah kita percaya pada anak-anak untuk tidak tergoda? Sulit. Makanan dan minuman penuh warna-warni mencolok itu terlihat menggiurkan, tanpa kita tahu zat pewarna apa yang digunakannya. Dan anak-anak tetaplah anak-anak. Mereka belum paham dan mengerti tentang arti kata sehat yang sesungguhnya. Mereka bisa tidak peduli apakah jajanan yang dijual menggunakan kemasan atau tidak, menggunakan bahan-bahan dan alat yang higienis atau tidak, apakah jajanan itu terkena debu penuh bakteri penyakit atau tidak. Buat mereka tidak ada bedanya. Itulah yang mengkhawatirkan.

Dua minggu lalu (6 September 2013), keponakan saya, Fachry (5 tahun) meninggal dunia setelah koma selama 7 hari akibat gejala awal keracunan jajanan tidak sehat yang dibeli dari pedagang keliling di sekitar rumah. Ini pukulan telak bagi keluarga dan menyentakan banyak orang, bagaimana nyawa seorang anak dapat terenggut akibat salah memilih jajanan. Kisah tentang Fachry bisa dibaca di sini.

Syok. Itu yang saya rasakan. Saya yang mengikuti perkembangan Fachry dari awal seolah tak percaya bahwa nyawa anak sekecil itu dapat terenggut akibat sebuah jajanan yang masuk ke mulutnya. Karena itu, melalui media facebook dan twitter saya membagikan kisah tentang Fachry, tentang bahayanya sebuah jajanan tak sehat, sekaligus membentuk kampanye tersendiri dengan hashtag #kampanyejajanansehat. Simpati berdatangan dari mana-mana karena #kampanyejajanansehat dan berita tentang Fachry menyebar dengan cepat (bahkan menjadi topik bahasan di sebuah radio di Tulung Agung). Tidak hanya itu, semuanya seolah diingatkan dan disadarkan tentang pentingnya menjaga asupan gizi makanan, sekaligus meningkatkan kewaspadaan terhadap jajanan anak-anak. Dibalik rasa duka, saya juga senang, karena kepergian Fachry memberikan hikmah tersendiri bagi sekian banyak Ibu dan Ayah untuk semakin peduli terhadap jajanan anak mereka. Semoga Fachry menjadi yang terakhir sebagai korban jajanan tak sehat.

Jelas, kejadian ini menjadi pembelajaran berharga juga bagi saya. Saya dan istri adalah sama-sama pekerja, dan harus meninggalkan dua putri saya di rumah dengan ART seharian. Banyak kecemasan yang akhirnya membuat kami harus melakukan pengawalan lebih ketat bagi putri-putri kami. Kami tidak ingin terjadi sesuatu yang akan membuat kami menyesalinya belakangan.

Bekal
Ya, kami mulai membiasakan kembali agar Abith (10) dan Rayya (5) membawa bekal dari rumah. Untuk si Bungsu kami bisa lebih tidak khawatir karena ada si Mbak yang bisa kami titipi banyak nasihat. Apalagi TK tempat si Bungsu sekolah mewajibkan setiap anak membawa bekal yang berbeda setiap harinya, sehingga orangtua tidak kesulitan menyiapkan apa yang harus dimasak setiap hari. Dengan makan bekal bersama-sama di sekolah setiap siang, perut anak cenderung sudah kenyang sehingga nafsu untuk jajan bisa lebih menurun.

image from www.noormuslima.com
Lain lagi dengan si Sulung yang menjadi kekhawatiran kami. Sekolahnya tidak memiliki kantin sendiri, sementara penjual jajanan terlihat hampir di setiap penjuru luar halaman sekolah. Sewaktu-waktu, si Sulung bisa saja tergiur dengan aneka jajanan ini kalau perutnya terasa lapar saat istirahat pelajaran atau pulang sekolah. Karena itu, tidak bisa tidak, Abith harus membawa bekal hariannya sekarang. Sebotol air mineral beserta setangkup roti atau penganan lain menjadi bagian yang harus ada di tas sekolahnya setiap pagi.

Menyiapkan Bekal Bersama
Anak-anak tentu akan lebih senang apabila dilibatkan dalam mempersiapkan setiap kebutuhannya. Tidak hanya mempersiapkan perlengkapan sekolah untuk dibawanya besok, tetapi juga dalam mempersiapkan bekal mereka. Setiap malam kami jadi terbiasa diskusi bekal apa yang mereka inginkan besok. Tentu agar makanan yang disiapkan tidak mubazir karena toh sesuai dengan keinginan mereka dan bisa dinikmati dengan suka cita.


image from www.mx.ibtimes.com
Agar tidak bosan, tentu kami pun memberi kelonggaran dengan membekali anak-anak dengan snack yang mereka suka. Variasi ini agar anak tidak melulu dibekali roti, nasi goreng, sosis dan kentang, atau mie goreng yang pastinya akan sesekali membosankan. Untuk itu kami membiasakan pergi ke supermarket dan mengajak anak memilih snack yang mereka suka. Snack yang dijual di supermarket tentu sudah lolos uji dan mendapatkan sertifikat dari BPOM, sehingga lebih terjamin gizi dan kandungan bahan-bahannya (meski tentu, masakan sendiri pasti lebih bergizi dan bernutrisi). Meskipun begitu, tetap saja kami menerapkan penyaringan jenis makanan yang bisa dipilih, tidak semata-mata menerima setiap jenis makanan yang dipilih anak-anak.  Biasanya kami menyiapkan stok untuk beberapa minggu sekaligus, sehingga tidak perlu kebingungan untuk pilihan bekal mereka kalau dibutuhkan.

Sebagai tambahan bekal, tentu mereka pun bisa memilih buah-buahan yang disukai. Melon, semangka, apel, dan pir, menjadi pilihan utama anak-anak saya. Rasanya yang manis dan mengandung banyak air sungguh nikmat dinikmati tengah hari.

Edukasi Jajanan Sehat
Bagaimanapun, anak-anak tetap anak-anak. Pengetahuan mereka tentang jajanan sehat tentu belum begitu banyak. Karena itu kami tidak segan untuk terus berusaha mengedukasi mereka tentang berbahayanya jajan sembarangan. Apalagi kejadian yang menimpa sepupu mereka (Fachry) tentu masih meninggalkan kesan mendalam bagi mereka.

image from www.food.detik.com
Biasanya setiap malam kami berkumpul bersama sambil memancing cerita anak-anak tentang kejadian hari itu. Tentang apa yang dipelajari di sekolah, tentang teman-temannya, sampai ke makan apa hari itu. Kami mencoba untuk tidak pernah bosan mengingatkan kalau jajanan tidak sehat ada di mana-mana. Salah memilih jajanan bisa berakibat buruk bagi kesehatan. Kami memang masih memberikan bekal uang pada si Sulung, mengingat kami tidak tahu dia membutuhkan apa pada hari itu. Pernah dia menangis di sekolah karena harus memfotocopi latihan ulangan sementara kami tidak membekalinya uang. Kasihan juga mengingat hal itu.

Menjaga kemungkinan si Sulung (dan si Bungsu) pada akhirnya ingin jajan diam-diam tanpa sepengetahuan kami, banyak hal yang akhirnya harus kami tekankan dan ingatkan.
  • Tidak membeli jajanan dengan warna-warni yang mencolok. Kami sampaikan bahwa saat ini banyak makanan yang menggunakan pewarna pakaian yang tidak semestinya untuk makanan. Warna-warni itu memang terlihat menggiurkan tapi sangat berbahaya bagi kesehatan.
  • Tidak membeli jajanan tanpa kemasan. Apalagi dijajakan tanpa gerobak tertutup dan di udara terbuka. Kita tidak pernah tahu debu dan kuman serta bakteri beterbangan dan hinggap pada makanan-makanan tersebut. Debu, kuman, dan bakteri tidak akan terlihat, dan baru terasa saat sudah merasakan gejala sakitnya.
  • Tidak membeli jajanan di tempat yang kotor. Memperhatikan kebersihan di sekitar penjaja dagangan harus diutamakan, karena lokasi yang kotor justru menjadi sumbernya biang penyakit. Lalat, sampah, dan bau adalah hal yang bisa kita temukan dengan mudah. Hindari apabila ada tanda-tanda seperti itu di sekitar penjaja makanan.
  • Jangan tergoda dengan jajanan dengan harga yang murah. Jajanan yang sangat murah justru harus diwaspadai karena belum tentu menggunakan bahan-bahan yang baik.
  • Hindari saus, bubuk cabe, atau bubuk perisa, karena semua itu harus jelas takaran dan kualitasnya.
  • Nggak perlu jajan!

Sejauh ini Abith dan Rayya bisa mengerti. Apalagi berkali-kali saya ingatkan, bahwa kejadian yang menimpa Fachry adalah akibat jajan sembarangan di pinggir jalan.

Berkreasi Bersama
Waktu luang adalah waktu yang sangat berharga untuk berkumpul bersama keluarga, khususnya anak-anak. Belakangan kami mengajak anak-anak untuk berkreasi membuat camilan sendiri di setiap kesempatan yang ada. Tentu  yang simple dan mudah saja, sehingga anak-anak bisa ikut ambil bagian dalam setiap prosesnya. Misalnya membantu memarut keju dan menaburkan meses pada pisang goreng, mencelupkan stroberi pada cokelat leleh, mencelupkan stik eskrim pada cetakan puding, dan lain-lain. Percayalah, melibatkan anak-anak pada setiap proses ini akan membuat mereka tidak sabar untuk menikmati hasil karya mereka.

Kue Cubit buatan Abith. Rp. 500,- dapat 3 lho.
Abith bahkan sudah pintar membuat kue sendiri. Dia menamakannya kue cubit. Bentuknya kecil-kecil dan terbuat dari terigu, telur, dan gula. Sebagai pelengkap dia akan menaburkan meses atau parutan keju di atas kue yang sudah digorengnya di atas wajan. Yang lucu, dia malah menjual kue-kue itu pada teman-temannya. Rp. 500,- sudah dapat 3 kue, tanpa menghitung biaya bahan-bahannya. Terang saja dalam sekejap kuenya langsung habis. Hahaha ... 

Dengan menyediakan penganan di rumah (entah beli atau bikin sendiri), kami berharap anak-anak tidak tertarik lagi untuk jajan di luar.

Sunco dan Makanan Sehat
Seringkali kita dibuat miris melihat minyak yang digunakan untuk menggoreng makanan di penjaja makanan sudah hitam dan pekat. Entah sudah melewati berapa kali proses penggorengan minyak tersebut. Padahal, minyak yang sudah menghitam menandakan minyak tersebut sudah teroksidasi sehingga dapat menimbulkan kanker pada tubuh manusia. Di dalam sebuah tayangan televisi, pernah dibahas mengenai minyak-minyak goreng bekas yang diperjualbelikan kembali dengan harga jauh lebih murah. Bukankah dengan begitu resikonya akan semakin tinggi dan menimbulkan efek yang tidak baik bagi tubuh? Dan seringkali anak-anak yang menjadi korban dan sasarannya. Anak mana yang bisa protes saat melihat jajanannya digoreng dalam minyak goreng yang sudah pekat?

Minyak goreng adalah salah satu bahan utama dalam memasak. Untuk menciptakan makanan yang sehat tentu dibutuhkan materi yang sehat pula, tanpa terkecuali minyak goreng. Karena itu bijak dalam memilih minyak goreng yang sehat tentu menjadi langkah yang baik untuk menciptakan keluarga yang sehat pula.

Gara-gara Chef Juna
Sunco adalah merk minyak goreng yang dipilih oleh istri saya. Awalnya karena terbius oleh Chef Juna yang menjadi model iklannya, menggiring istri saya memilih produk minyak goreng yang dibintanginya. Penampilan Chef Juna yang menarik perhatian saat menjadi juri dalam acara Masterchef Indonesia di televisi sudah membuat istri saya mengidolakannya. Karena itulah istri saya memilih Sunco.

Tetapi, pilihan tersebut ternyata tidak salah. Sunco terbukti memberikan banyak keunggulan dan menyehatkan dibanding minyak goreng lainnya, seperti yang saya kutip dari sini.
  • Sunco lebih bening karena terbuat dari kelapa sawit segar dan melewati 5 kali tahapan, yaitu 3 kali proses penyaringan dan 2 kali proses pemurnian. Semakin bening minyak goreng saat digunakan dapat meminimalkan resiko kanker pada tubuh manusia.
  • Sunco memiliki sifat seperti air, tidak lengket dan berbau. Dalam tayangan iklannya, minyak Sunco bahkan dapat diminum untuk menguji kualitasnya.
  • Sunco tidak mudah beku pada suhu rendah dan menjadi minyak jenuh terendah dibanding minyak goreng lainnya. Manfaatnya adalah dapat mengurangi kemungkinan peningkatan kolesterol.
  • Sunco adalah minyak goreng yang sudah mendapatkan fortifikasi vitamin A dari Jerman sehingga membantu mencukupi kebutuhan vitamin A dalam tubuh. Vitamin A ini penting karena bisa meningkatkan imunitas tubuh dalam mencegah masuknya penyakit.
  • Sunco adalah minyak goreng bebas lemak trans, mengandung 57% asam lemak tidak jenuh dan difortifikasi vitamin A 30% AKG.
  • Vitamin A pada Sunco tidak hilang atau rusak setelah digunakan pada proses penggorengan sehingga mutunya tetap terjaga.
Kalau melihat keuntungannya seperti itu, untuk apa harus pindah merk lagi, bukan?

Menciptakan kebiasaan baik memang tidak mudah, tapi bukan berarti tidak bisa. Butuh niat yang baik dan pelaksanaan yang berkesinambungan agar tujuan yang ingin kita capai bisa terwujud. Apa yang saya dan istri coba terapkan untuk mengawal anak-anak dari jajan sembarangan mungkin masih banyak yang perlu dibenahi. Tetapi, kalau tidak dimulai sekarang, mau kapan lagi kita menjaga anak-anak kita? Yuk kita gerakan lagi #kampanyejajanansehat bagi anak-anak Indonesia.***

Tulisan ini dibuat untuk mengikuti lomba blog dari http://www.resepsehat.com persembahan SunCo Minyak Goreng Yang Baik. Tulisan adalah karya saya sendiri dan bukan merupakan jiplakan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Keajaiban Itu Ada; Bocil Sembuh dari Panleukopenia

Digitalisasi Usaha untuk Bertahan di Masa Pandemi

[Tips Menulis] Ketebalan Sebuah Naskah Novel?