Kiamat Internet? Oh, Tidaaak ...
Saat dulu baru punya tablet, saya jadi
sering banget nongkrong depan rumah. Nggak siang nggak malam, kalau lagi di
rumah tempat duduk favorit saya tidak berubah; kursi teras! Anteng sendiri
nunduk-nunduk. Maklum, namanya juga mainan baru, segala-galanya dicobain. Semua
jenis sosmed diaktifin, segala jenis games dicobain. Pokoknya, kadang baru
insyaf kalau perut sudah lapar, atau digetok sama istri ; “Sana mandi!”
Sebenarnya, bukan sekali dua kali
sih saya diomeli gara-gara kelakuan tersebut. Dia bilang, malu kalau sampai
dilihatin tetangga. Mentang-mentang baru punya tablet terus dipamer-pamer kayak
gitu tiap hari. Kayaknya kalau seluruh tetangga satu RT belum pada tahu,
dikiranya saya akan nongkrong di teras sepanjang waktu. Padahal, suwer, saya
nongkrong di teras mainin tablet bukan bermaksud pamer. Mungkin ada sih
perasaan gitu dikit, soalnya tetangga-tetangga saya belum pada punya *halah*.
Tetapi karena saya nyari sinyal sodara-sodara!
Karena tablet baru, sengaja saya beli
simcard baru juga, khusus yang menawarkan layanan akses serba cepat, kencang,
dan ... murah! Gimana nggak murah kalau bayar sekali, tapi dapat bonus akses
unlimited sampai beberapa bulan ke depan. Mantap jaya, kan? Iya, ngarepnya sih
begitu. Tapi apa daya saya harus selalu terdampar di teras, karena sinyalnya
nggak mau masuk rumah! Huhuhu ... bikin nyesek dan bete. Masa masuk ke dalam rumah dikit aja sinyal langsung
ngilang? Asem!
Jadi begitulah sodara-sodara, kenapa
beberapa waktu lalu saya sering kali ditemukan lagi ngejogrok asyik di depan
pintu sambil pegang-pegang tablet. Kadang-kadang juga agak maju ke dekat pagar
kalau sinyalnya lagi ngambek. Yang aneh, kadang sinyalnya jadi bagus kalau saya
megangin tiang pager! Ckckck .. bingung saya juga. Apa karena rumah saya di
depan pekuburan ya? So, jangan bayangkan saya mainin gadget sambil
guling-guling di atas kasur, atau facebookan sambil nonton tv, karena saya
hanya bisa online sambil megangin pager!
Jadi, jangan pernah nuduh saya doyan
pamer lagi, karena saya pamernya cuma sesekali! *haiyaaaa*
Begitulah, karena butuh akses
internet, saya harus rela bolak-balik ke teras rumah. Internet buat saya sudah
bukan kebutuhan sepele lagi, tapi jadi salah satu kebutuhan utama. Rasanya
sudah nggak lengkap lagi kalau ke mana-mana nggak bawa gadget. Profesi saya
sebagai penulis mengharuskan saya untuk siap berkomunikasi dengan editor-editor
saya setiap saat. Di setiap kesempatan saya harus siap dihubungi apabila ada
penerbit yang mengajak kerja sama. Siang atau malam kadang ada teriakan editor
kalau naskah saya butuh revisi dan dikirimkan via email secepatnya. Atau
permintaan naskah dadakan yang tiga hari ke depan harus sudah diselesaikan!
Woaaaa ... *akrobat*. Dan cara mereka menghubungi berbeda-beda. Ada yang suka
via email, lewat inbox facebook, lewat Yahoo Messenger, Kakaotalk, Whatsapp,
BBM, atau twitter. Yang jelas, sudah jarang banget yang menggunakan SMS atau
telepon! Kalau saya nggak punya akses internet, berarti rezeki saya yuk dadah,
yuk babay.
Kalau urusan sosial media, itu beda
cerita. Sosmed bagi saya tidak lagi sekadar media curhat atau rumpi masa lalu
dengan teman-teman sekolah dulu. Sosmed sudah menjadi media promosi utama bagi buku-buku
saya. Setiap saat saya bisa mempromosikan buku-buku dan tulisan saya, karena siapa tahu kontak-kontak saya jadi iba
karena saya promo terus tiap hari, lalu rame-rame membeli buku saya. *Horeeee*
Sosmed pun jadi jembatan saya berkomunikasi langsung dengan pembaca buku-buku
saya, sehingga saya bisa memaksa mereka beli buku-buku saya yang lainnya.
#PLAAKK.
Tidak usahlah diceritakan lagi
bagaimana internet sudah menjadi bagian hidup seluruh lapisan masyarakat. Semua
orang pasti sudah merasakan manfaatnya sesuai kebutuhan masing-masing. Bahkan
anak saya yang masih kelas 5 SD aja, kalau nanya tentang PR dan saya nggak bisa
jawab, dia bakalan ngomong; “Ayah, cari di google aja!” #Hadeuuuh. Terus, istri
saya pernah saya tanya, “Bu, bikin cumi asam manis, dong. Bisa masaknya nggak?” Saya tanya begitu karena dia belum pernah
bikin. Eh, istri saya langsung jawab, “BISA!” dengan pedenya. Setelah itu dia
langsung sibuk nyari resepnya di mbah google. Kesimpulannya cuma satu; ibu dan
anak sama saja. Hehehe
Jadi, begitulah, saya masih suka
heran kalau ada orang yang belum mau
memanfaatkan internet. Karena, jujur saja kalau saya sih sudah tidak bisa lepas
lagi dari itu. Apapun yang saya lakukan akan selalu berkaitan dengan internet.
Internet sudah memberikan banyak kemudahan, terlepas dari sinyal di rumah saya
yang doyan ngilang-ngilang. *eh, sekarang udah ganti operator ding, dan lumayan
... ngilang sinyalnya nggak separah dulu. Hiks ... apa harus pindah rumah ya?*.
Makanya, sekalinya akses internet lagi gangguan, sudah dipastikan saya akan langsung
mati gaya, bingung harus ngapain.
Fyuuuh ... Gimana
kalau kiamat internet, imbas dari kasus yang rame kemarin, beneran kejadian ya?
Woaaaa ... rimba persilatan pasti kacau-balau. Sudah dipastikan akan banyak
orang yang tiba-tiba setres bergelimpangan. Nggak kebayang.
Kasus penyalahgunaan jaringan
frekuensi yang dilakukan oleh PT Indosat Mega Media (IM2) atas kerjasamanya
dengan Indosat selaku perusahaan induk memang sempat bikin ketar-ketir seluruh
pengguna internet di tanah air. Kasus
ini sudah menjatuhkan vonis pengadilan berupa 4 tahun penjara plus denda 200 juta
bagi Dirut IM2. Selain itu, IM2 harus membayar kerugian negara sebesar 1,3 triliun.
Hiyaaa ... ada apa ini?
Buat yang belum tahu masalahnya, bisa baca-baca dulu di sini :
· Dan lain-lain. Coba aja googling.
Sebagai internet user yang awam
terhadap bidang pertelekomunikasian dan juga hukum, saya tidak bisa berkomentar
apakah vonis dalam kasus ini sudah tepat atau melenceng jauh. Itu sih sudah dibahas
para pakarnya. Yang ada mah saya deg-degan, apa iya gara-gara kasus ini dunia
internet di Indonesia terancam kiamat seperti ramai diberitakan? Apa iya efek
dari kasus IM2-Indosat ini pun akan merembet ke kasus serupa di operator lain seperti
Telkomsel, XL, Axis, dan para penyedia jasa internet (Internet Service
Provider) yang bekerja sama dengan mereka? Kalau kasus ini menimpa mereka satu
per satu, maka .... BUM! Kiamat internet pun terjadi. Woalaah ... Celaka!
Saya tentu menginginkan semuanya
baik-baik saja. Apa jadinya
kalau setiap ISP akan dipersalahkan karena dianggap melakukan pelanggaran, lalu
dijatuhi sanksi, lalu tidak boleh menjual jasa layanan lagi, lalu internet pun
beneran ilang dari tanah air. Wew! Percuma dong semua-muanya harus serba online
sekarang ini kalau dukungan untuk kelangsungan internetnya sendiri malah kelelep?
Saya cuma ngerasa ngeri aja kalau
internet bener-bener jadi barang langka di negeri ini, atau bahkan beneran raib. Sudah
seharusnya pemerintah dan seluruh departemen terkait segera mengatur
ulang seluruh kebijakan yang ada dan menyelaraskannya dalam satu pemahaman yang
sama. Jangan sampai satu sama lain malah beda pendapat dong, ah, dan jadi
pertarungan yang membingungkan di pengadilan. Malu sama negara lain. Emangnya
enak diketawain karena aturan main di negara kita malah masih jadi perdebatan
padahal sudah berjalan begitu lama? Lalu, kenapa tahun-tahun sebelumnya masalah
seperti ini tidak muncul dan terlihat adem-adem aja? Auk ah, gelap!
Kebayang ya kalau kita dipaksa harus melupakan
internet dan kembali ke zaman manual seperti dulu?
-
Kirim surat
harus ke kantor pos lagi, dan nunggu berhari-hari untuk nyampe ke si penerima karena nggak
bisa kirim email lagi? Waks!
-
Ngambil duit
lima puluh ribu harus ngantri di teller lagi karena ATM-nya ngambek? Waduh!
-
Transfer
belanja online seratus ribu ngantri di
teller juga karena internet bankingnya lumpuh? Hadeuuh.
-
Mau ngobrol
harus ngabisin pulsa lagi di telepon atau SMS-an lagi gara-gara semua platform
messengernya nggak ada yang jalan? Doooh.
-
Harus
bongkar-bongkar tumpukan majalah dan koran kalau butuh informasi tertentu
karena om Gugelnya sudah tewas? Hiks.
-
Smartphone mahal cuma buat nelepon dan SMS
doang? Yeey.
-
Nggak bisa
curhat lagi di blog dan nggak bisa
nyetatus dan narsis lagi di sosmed? Woaaah.
-
Silakan tambahin sendiri.
Hellooow ... ini tahun berapa, ya? Tapi .... kalau memang maunya begitu, kenapa
nggak sekalian aja kita kembali ke
zaman Flinstone? Yabadabadooo ...
Komentar
Masalah kasusnya Dirut IM2 yang dijatuhi hukuman, pernah denger tapi udah lama... dan lumayan bikin kerung kening, kenapa bisa begitu ya?