Menyambangi Sorake dan Fahombo #HandinHand #Day3

Laporan Perjalanan sebelumnya bisa dibaca di sini

Kisah hari #2 yang tersisa

Setelah sempat kembali ke hotel untuk mandi dan berganti kostum, acara hari ke 2 ditutup dengan makan malam bersama di Kaliki Resto. Seperti halnya Kartika Grand Resto, tempat makan yang ini pun berada di tepi pantai. Jadi, sambil makan kita bisa mendengar deburan ombak dan menatap ... gelap! Udah malem sih, jadi pemandangan lautnya udah nggak kelihatan. Hehehe.

Makan malam berlangsung meriah. Seafood segar jadi menu andalan yang membuat mata saya langsung kriyep-kriyep kesenengan. Saya suka! Saya suka! Ini benar-benar perbaikan gizi, dan istri saya pasti senang karena pulang dari Nias berat saya bakalan naik lagi. #Eh. *celingukan*

Tidak hanya acara makan bersama malam itu, tetapi ada agenda berbagi cerita mengenai perjalanan kita selama dua hari itu, kesan-kesan mengikuti perjalanan Tim Tango dalam program Nias Hand in Hand. Karena saya paling tua (hiks), akhirnya saya ditodong untuk memberikan kesannya pertama kali. Daaaan ... saya pun bercerita panjang kali lebar. Saya memang gitu, nggak bisa aja kalo disuruh ngomong sebentar. Selalu akhirnya bercerita ke mana-mana, meleber. Hehehe ... maafkan mulut saya yang susah diremnya ya. Tapi intinya sih, saya senang banget bisa menjadi bagian dalam kegiatan ini. Banyak hikmah dan pelajaran yang bisa saya petik, tentang kebersamaan, tentang berbagi, dan tentang kemanusiaan. Semoga Tango mau ngajak saya lagi kalau ada program selanjutnya. #modus *blushing*

Satu per satu, seluruh rombongan menyampaikan kesan-kesannya, dan juga saran untuk program Tango selanjutnya. Tiba pada giliran mba Dwiyani, malah membuatnya kehilangan kata-kata. Pengalaman dua hari ini benar-benar sudah menguras emosinya, sehingga Mba Yani harus terisak-isak menceritakan kesan-kesannya. Saya bisa memahami hal itu, karena Nias memang sudah membuka mata kita lebar-lebar, kalau kesenjangan sosial di tanah air kita ini masih begitu tinggi. saya bahkan kembali mempertanyakan, apakah negara kita benar-benar kaya dan makmur kalau sebagian warganya masih hidup terbelakang seperti ini? Sudah saatnya Pemerintah memberikan perhatian lebih bagi saudara-saudara kita yang jauh dari jangkauan seperti ini.

Mba Adisty pun mengalami mati kata yang sama. Tidak berbeda dengan mba Yani, Adis pun terisak-isak saat berbicara. Saya bersyukur sudah menyampaikan kesan saya pertama kali, karena bisa jadi saya pun akan tertular mati kata seperti itu. Meski saya botak (eh?), saya juga paling gampang tersentuh dan terbawa suasana seperti itu. Ada kemungkinan saya akan ikut terisak-isak kalau harus ngomong setelah mereka.

Satu poin penting yang saya tangkap dari seluruh kesan yang terlontar malam itu, kita semua jadi lebih memahami tentang arti kata BERSYUKUR. Dibanding masyarakat Nias yang sudah kita kunjungi dua hari sebelumnya, nasib kita jauh lebih beruntung. Dan itu yang kadang luput kita syukuri. Sepulang dari Nias, insya Allah kita akan lebih mensyukuri terhadap setiap nikmat dan rezeki yang kita terima, sekecil apapun. Dan memang sudah seharusnya seperti itu, bukan?

Petualangan Hari ke-3

Alarm ponsel saya menjerit-jerit tepat pukul 4 pagi. Hiyaaa .... perasaan baru aja merem, kok sudah harus bangun lagi? Semalam kita tidur agak larut karena keasyikan ngetwit tentang kegiatan sesiangan itu. Jadi, saat alarm bunyi masih nggak iklas buat melek. Tapi, kalau saya tidak bangun saat itu, berarti saya akan segera ditinggalkan rombongan. Pukul 5 pagi kita akan check-out dari hotel. Sepagi itu? Ho-oh, soalnya hari ke 3 itu kita akan melakukan perjalanan yang cukup jauh untuk .... berwisata! Horeeee.

Pantai-pantai cantik sepanjang jalan menuju Teluk Dalam
Jadwal hari terakhir ini adalah mengunjungi Pantai Sorake dan Atraksi Lompat Batu di Kabupaten Nias Selatan. Dan perjalanan menuju ke sana nggak deket sodara-sodara; 3 jam lebih! Yaaay. Makanya kita diwanti-wanti untuk bangun sepagi mungkin dan meninggalkan hotel pukul 5. Kita nggak bakalan mungkin balik lagi ke hotel, karena beres jalan-jalan kita harus segera mengejar penerbangan pulang. Wokeeeh.



Setelah early breakfast (hasil todongan mba Yuna sebelumnya yg minta breakfast disediakan pukul 5. hehehe), kita pun akhirnya berangkat menuju kecamatan Teluk Dalam, kabupaten Nias Selatan. Mengingat perjalanan jauh dan juga kurang tidur, saya sukses tidur sepanjang perjalanan sebelum kemudian mobil berhenti di sebuah tempat. Sudah sampe? Ternyata belum, kita berhenti di sebuah pasar! Ada apa ini? *kucek-kucek mata*

Ini bukan pantai wisata, hanya view di sepanjang jalan
Ternyata oh ternyata, Tim OBI yang sudah meluncur di depan melaporkan, kalau jalanan menuju Teluk Dalam longsor dan tidak bisa dilewati kendaraan! Waaks ... padahal itu masih setengah perjalanan lagi! masa harus jalan kaki? Masa kita nggak bisa lihat Pantai Sorake dan Lompat Batu? Masa saya harus nangis? Huhuhu. Asli, saya langsung ketar-ketir. Kesempatan untuk mengunjungi Pantai Sorake dan atraksi Fahombo yang terkenal itu hanya ada kali ini dan entah kapan bisa datang ke Nias lagi. Kalau sekarang acara ini gagal, berarti saya harus melupakan semuanya.

Eits, tunggu dulu. Warga setempat mengatakan ada sebuah jalan alternatif untuk melewati jalan longsor. Mata kita pun kembali berbinar. Lanjuuut .... kendaraan pun bergerak kembali dan berbelok ke dalam ... hutan! Woooow ... Hutannya sih nggak masalah, tapi jalanannya itu lho; sempit dan sangat berlumpur penuh dengan lekukan-lekukan dalam. Saya tidak pernah membayangkan kendaraan sekelas Innova harus offroad di jalanan separah itu. Beberapa kali roda kendaraan harus slip dan tonjolan batu membentur bagian bawah mobil. Ough!

Oke, itu bukan salah satu adegan terburuk dari jalan alternatif ini. Lepas dari jalanan berlumpur membelah hutan kita sampai di tepi pantai dengan jalanan mentok. Tidak ada kejelasan kemana kita harus meluncur setelah itu. Setelah bengong berjamaah, akhirnya kita bertanya pada tukang-tukang batu yang ada di sepanjang pantai. Dan jawaban mereka sangat mengejutkan; "Tidak ada jalan terusan. Untuk mencapai jalan kembali, kendaraan harus turun ke pasir pantai dan menyusuri pinggiran pantai sekitar 1 kilometer."

Offroad menyusuri pinggiran pantai
Hiyaaaa ... yang boneng, nih? Pantai di Nias rata-rata tidak memiliki pesisir yang luas. Turun ke pantai berarti sudah langsung bertemu dengan air laut dan ombak. Sekarang kita harus berkendara di mana ombak bisa dengan santainya ngelus-ngelus roda kendaraan? Gimana kalau roda mobil malah mblesek ke dalam pasir dan selip nggak mau maju? Gimana kalau ... *mpot-mpotan* Alhamdulillah ... kendaraan melaju terus sampai akhirnya menemukan jalan yang sebenarnya. fyuuuh .... *lap jidat* Ini benar-benar sebuah memorable trip yang tidak akan terlupakan! ^_^

Setelah itu, perjalanan berlangsung mulus. Karena waktu yang sudah terbuang cukup lama karena harus mengambil jalur alternatif yang tidak diduga, sopir menggeber kendaraan untuk mengejar waktu. Diperkirakan kita tidak bisa lama di masing-masing lokasi wisata. Buat saya tidak masalah. Asal saya bisa menginjakan kaki di lokasi tersebut, itu sudah sangat cukup.

Go surfing
Dan kita pun akhirnya sampai di Pantai Sorake! Ahaaaay ... ini pantai yang sangat terkenal di dunia sodara-sodara! Setelah Hawaii, Pantai Sorake adalah pantai kedua terbaik di dunia untuk olahraga surfing. Tidak heran kalau beberapa kali kompetisi surfing tingkat dunia pernah dilaksanakan di pantai ini. Ketinggian ombak sampai 10 meter bukan menjadi pemandangan aneh di Sorake, dan itulah yang menjadi incaran para surfer profesional. Tetapi, untuk mendapatkan ombak-ombak fantastis setinggi itu ada waktunya. Katanya, bulan Juni-Juli adalah bulan-bulan terbaik para surfer mendatangi Sorake. Karena kita datangnya pada bulan November, ombaknya pun lebih 'bersahabat' bagi surfer pemula. Tetapi, saat itu pun sudah banyak terlihat wisatawan-wisatawan asing yang tengah menikmati ombak Sorake.

Sorake Beach
Meski sarana dan prasarananya masih terlihat minim, tapi Sorake benar-benar tidak boleh dilewatkan apabila berkunjung ke Nias. Pantainya masih benar-benar alami. Dan indah tentu saja. Selain surfing, tepian pantainya juga kayak dengan bebatuan karang. Apabila laut sedang surut, bebatuan karang ini akan menjebak biota-biota laut untuk tidak kembali ke laut dan bisa menjadi pemandangan yang menarik. Keren!

Terbang bersama ombak. Yipiiie ....
Siang sudah sangat terik. Saat rombongan lain memilih berteduh di saung-saung tepi pantai, saya dan Adis lebih memilih untuk turun ke pantai, menjejak bebatuan karang untuk bergerak ke arah tengah laut. Dari sana saya bisa lebih dekat melihat para surfer beraksi (selain semakin banyak melihat biota laut yang berada di tengah kubangan bebatuan karang). Sayang kamera saya tidak cukup canggih untuk mengabadikan momen-momen asyik ini. Beberapa kali jepretan saya luput mengabadikan surfer yang tengah menaiki ombak. Kalaupun kena, hasilnya malah ngeblur. Hiks ... *banting kamera* #ngidamDSLR

Tidak lama di Sorake, kita melanjutkan perjalanan menuju Desa Bawomataluo. Di sanalah atraksi Lompat Batu (fahombo) ini dapat disaksikan. Dari pantai Sorake sebenarnya tidak terlalu jauh, hanya saja karena jalanannya sempit dan menanjak, kendaraan harus sangat berhati-hati.

Jalanan menanjak akhirnya berujung di sebuah dataran tidak terlalu luas. Kita sudah sampai di desa Bawomataluo. Sebanyak 86 anak tangga yang mendaki curam sudah menanti sebelum kita benar-benar memasuki desa ini. Welcome to Bawomataluo.

Tangga menuju gerbang desa, rumah adat, dan istana raja

Oya, tulisan mengenai atraksi Lompat Batu (Fahombo) ini akan saya posting terpisah. Saat ini sudah menjadi sebuah artikel pariwisata dan dikirim ke sebuah media cetak. Lolos terbit atau tidak, insya Allah akan saya posting kemudian. Jadi, jangan lupa balik lagi ke sini kalau penasaran dengan atraksi unggulan masyarakat Nias ini ya. Hehehe

Fahombo di depan mata!
Yang jelas, perjalanan jauh kita menuju tempat ini tidak sia-sia. Saya bisa menyaksikan fahombo secara langsung! Setelah itu kita juga sempat menikmati kearifan desa budaya yang masih terus dilestarikan oleh penduduk setempat. Oya, Desa Bawomataluo ini sedang diajukan sebagai World Herritage UNESCO. Itulah mengapa wajib sekali mengunjungi desa ini apabila berkesempatan ke Nias, untuk semakin menyadarkan kita bahwa Nusantara ini benar-benar kaya akan ragam adat dan budayanya.

Salah satu bangunan adat dan batu-batu megalith di depan setiap bangungan
Mengingat hujan yang tiba-tiba turun (padahal sebelumnya panas terik), tidak banyak yang kita jelajahi di desa budaya ini, kecuali memasuki istana raja di samping monumen batu. Setelah itu kita harus segera kembali pulang, mengingat waktu yang terus berjalan.

Dan, perjalanan saya di Nias pun berakhir. Dari desa Bawomataluo ini rombongan langsung meluncur menuju Bandara Binaka, untuk kembali ke Medan dan terbang ke Jakarta. Selamat tinggal Nias, sawohagele!

--- End of the Trip ---

Terima kasih banyak buat Wafer Tango yang sudah mewujudkan jalan-jalan ini.

Komentar

keluarga Qudsy mengatakan…
oh nooo... aku berhasil mewek dg suksesnya :) #tutupmuka

Bersyukur bgt bisa merasakan perjalanan yg gak mungkin dilupakan dan membuat mereka tersenyum gembira meski hanya sehari.

Itu foto yang di lompat batu, sadar kamera ya mas? hahaha...

Iwok mengatakan…
betul mba Yani, memorable trip yang benar-benar menambah wawasan ttg hidup dan empati pada sesama :)

Hahaha ... iyaaa ... itu sadar kamera banget *giliran saya tutup muka* :))

Postingan populer dari blog ini

Keajaiban Itu Ada; Bocil Sembuh dari Panleukopenia

Digitalisasi Usaha untuk Bertahan di Masa Pandemi

[Tips Menulis] Ketebalan Sebuah Naskah Novel?