Melarung Rindu di Laguna ~ review Linda Satibi
Blurb:
Keindahan Blue Lagoon Resort berhasil menyembuhkan luka hati Arneta setelah putus dari Galang. Setidaknya itulah yang dirasakannya sampai kemunculan Mark, sang general manager baru. Ketenangan Arneta terusik karena sikap dingin cowok blasteran itu. Untuk pertama kalinya ada orang yang berani menegur keterlambatan Arneta, meremehkan kinerjanya, dan mempermalukannya di depan para staf.
Kekesalan Arneta semakin menjadi karena statusnya sebagai anak pemilik Blue Lagoon Resort tidak bisa memuluskan rencananya untuk mendepak Mark. Perang dingin di antara mereka berujung pada sebuah pertaruhan terbesar dan ternekat yang pernah diajukan Arneta. Pertaruhan yang perlahan-lahan membuka sisi asli pribadi Mark. Pertaruhan yang membawa Arneta kembali bertemu Galang.
Laguna biru kesayangannya tak lagi tenang. Luka hati Arneta yang lama terkubur kini terusik lagi dengan kehadiran Galang. Namun, ketika mantan kekasih yang sangat dicintainya itu melamarnya di tepi laguna, kenapa Arneta justru memikirkan sosok lain?
Review:
Saat membaca daftar finalis Lomba Novel Amore, mata saya tertegun sejenak di satu nama. Iwok Abqary. Nggak salah nih? Penulis yang lebih sering ngocol dalam tulisan-tulisannya, terjaring di lomba bergengsi novel romance? Satu lagi, penulis ini juga idola anak saya (10 tahun). Yup! namanya memang cukup dikenal sebagai penulis buku anak-anak. So, nggak pake mikir lama, judul novel ini langsung masuk ke dalam wishlist. Penasaran banget saya…
Dan.. ketika lembar demi lembar novelnya saya nikmati… hmm… novel ini asyik juga. Bahasanya segar seperti segarnya segelas lime squash yang ada di covernya. Dialognya nggak berlebihan, enak dikunyah. Nggak cuma dialog verbal, tapi juga suara-suara bisikan hati, menyempurnakan keasyikan yang dibangun oleh cerita ini.
Settingnya menarik, membidik panorama eksotis negeri sendiri. Pulau Bintan, sebuah destinasi wisata yang cantik dan belum se-menor Bali. Deskripsi keindahannya cukup tersampaikan. Saya bisa membayangkan tenang dan nyamannya laguna tempat Arneta melarungkan serpih demi serpih rindunya. Tempat yang senyap dengan segala pesona ajaibnya yang melenakan: debur ombak, desir angin, pekik camar, riak gelombang, gemerisik dedaunan nyiur, palem, dan ketapang, lengkap dengan payung langit biru yang membentang sempurna. Pas banget untuk meluruhkan segenap kenangan pahit yang mengendap dari masa lalu.
Riset untuk novel ini, terlihat cukup mendalam. Penulis fasih membeberkan seluk beluk bisnis resor, terutama yang berkaitan dengan divisi marketing. Di divisi itulah Arneta nge-pos, dan segala gerak tindaknya berkutat di situ. Saya jadi tahu, bagaimana strategi pemasaran sebuah usaha resor dalam menggaet klien, model promo yang dilakukan, termasuk istilah dalam kegiatan promo, semacam sales call.
Selain bagian-bagian serius, mungkin karena pada dasarnya ini penulis emang suka ngocol, novel ini pun diwarnai unsur kocak. Bukan ngocol yang konyol, tapi semacam bumbu penyedap yang bikin novel ini jadi mak nyuss. Saya benar-benar terhibur, karena bagian-bagian yang lucu ini nggak dibuat-buat, tapi memang hadir alami, dan sukses bikin saya ketawa, dari mulai ketawa skala ringan yang cuma senyam-senyum sampai terkakak-kikik.. J Misalnya dari dialog-dialog chatting Arneta dengan Ayu, sahabatnya yang tinggal di Bandung, juga saat adegan Arneta yang ketahuan memotret Mark dengan sembunyi-sembunyi, dan.. selebihnya, temukan sendiri ya, lumayan cukup banyak kok.
Menarik juga bagaimana penulis menggerakkan tokoh-tokohnya. Nggak ada yang saling mendominasi. Galang, yang sesungguhnya merupakan ‘biang kerok’ penyebab terdamparnya Arneta di Bintan, hadir di bagian nyaris penghujung cerita. Penulis memilih untuk nggak cerewet menceritakannya di awal, dan ketika dia muncul, nggak terkesan ujug-ujug dateng juga. Sudah disiratkan sebelumnya tentang kebiasaan Neta yang suka menyendiri di laguna, dan… penyebabnya nggak akan jauh-jauh dari urusan cinta, kan?
Karakter Arneta dan Mark merupakan kombinasi yang pas. Masing-masing memiliki kekuatan karakter yang khas dan tegas. Mereka berinteraksi dalam alur yang terjaga. Ketika terasa ada semacam plothole, ternyata di bagian selanjutnya ada penjelasan yang menutupi lubang tersebut. Semisal tentang Galang yang dikatakan percaya diri, tapi kok berkelit dari sebuah komitmen? Bukankah itu menunjukkan ketidakpercayadiriannya? Ow rupanya kemudian disebutkan bahwa Galang berasal dari keluarga sederhana dan ia ingin berupaya menapaki jalan sukses agar tampil sebagai pemenang di hadapan keluarga Arneta yang kaya raya.
Nggak melulu mengedepankan perkara cinta, Laguna juga meniupkan semangat pantang menyerah. Betapa sebuah target yang dicanangkan, harus diperjuangkan dengan program yang matang dan terencana baik. Sebuah tantangan harus dijawab dengan kerja keras dan prestasi. Karena dunia kerja membutuhkan orang-orang yang berdedikasi tinggi. Bila itu dipenuhi, maka keberhasilan yang gemilang akan dicapai.
Apakah novel ini semua bagiannya asyik? Nggak juga lah. Tak ada gading yang tak retak, tetap berlaku. Seperti novel Amore yang saya baca sebelum ini, di Laguna pun tercium aroma sinetronistik. Perseteruan seru antara dua orang berbeda jenis kelamin dengan paras menawan… hmm.. kayaknya langsung ketebak kalau itu bakal jadi semacam kamuflase. Dan, Arneta terlihat naïf, dengan segala serangan yang dilancarkan Mark. Tapi, bagusnya, penulis menunjukkan betapa alam bawah sadar Neta tak berkutik juga berhadapan dengan cowok bule yang guantheng ini..
Satu lagi, unsur kebetulan. Pada moment yang urgent, ketika Neta butuh klien besar yang mampu mendongkrak profit demi keberhasilan tim marketingnya, muncullah sosok itu. Sosok yang melangutkan jiwa dalam bingkai kenangan getir masa lalu. Kebetulan yang klise. Sangat disukai untuk menjadi pilihan penulis agar memudahkan jalan cerita. Kok Galang sih yang jadi wakil direktur marketing di perusahaan besar yang dibidik Blue Lagoon Resort? Kebetulan banget! Sementara saya, nggak pernah tuh kebetulan ketemu sama mantan pacar dari masa lalu… haha…
Adanya dialog chatting antara Neta dan Ayu, adalah bagian yang saya suka. Percakapan yang lincah, segar, dan mengandung unsur kocak juga. Betul-betul pembicaraan dua orang sahabat yang terkesan natural. Tapii… kenapa untuk membedakan dialog chat itu dengan narasi atau dialog lain, adalah dengan menggunakan cetak tebal pada huruf-hurufnya? Kenapa nggak menggunakan font yang beda? Kan banyak pilihan font yang bisa dipakai yang akan membuatnya lebih artisitik, daripada sekadar hurufnya di-bold.
Deskripsi fisik para tokoh cukup detil dan menarik. Pembaca bisa membayangkan seperti apa sosok Arneta, Mark, dan Galang. Meski penulis tampaknya terpeleset juga, kurang teliti saat menggambarkan mata Mark yang memesona. Pada halaman 110, matanya sewarna hazelnut yang coklat terang, namun pada halaman 227, matanya sewarna almond. But, it’s no big deal, toh tidak memengaruhi jalan cerita. Masih bisa dimaafkan untuk penulis yang baru pertama kali menulis novel romance…
Anyway, meski tidak bertabur diksi yang memukau, saya acung jempol buat Iwok Abqary yang berhasil yang membangkitkan sisi romantisme yang terkubur di dirinya dalam proses kreatifnya, sehingga menghasilkan novel romance yang manis, segar, dan menyenangkan. Dengan menambahkan ketegangan-ketegangan saat Neta harus menentukan pilihan, menjadi kejutan tersendiri buat saya, tercecap rasa kecut-manis yang enak. Maka menikmati novel ini seperti sedang disuguhkan segelas lime squash.
Akhirnya rasa penasaran saya lunas ketika tiba di penghujung halaman novel ini. Dan, saya nggak nyesel beli karena novel ini cukup memuaskan. So, saya rekomendasikan novel ini buat kamu koleksi. Jangan sampai melewatkan kesegaran segelas lime squash yang menguar darinya… slrruup! ^_^
Judul Buku : Laguna
Penulis : Iwok Abqary
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Terbit : Cetakan I, 2013
Tebal Buku : 232 halaman
ISBN : 978-602-03-0053-5
Harga : Rp. 48.000
Sumber dari sini : http://kalam-cinta-linda.blogspot.com/2013/12/melarung-rindu-di-laguna.html
Komentar