Komunitas Sabilulungan, Menjadi Tutor Sehari
Melihat anak-anak muda ini, saya optimis Indonesia tidak akan kekurangan orang-orang baik di masa depan.
Karena ajakan seorang teman, hari Minggu (10/1) saya mengenal komunitas baru; Sabilulungan. Dalam bahasa Sunda, sabilulungan berarti gotong royong atau saling membantu. Dalam hal apa? Ini yang membuat saya larut dalam rasa bangga; menebar ilmu untuk mereka yang benar-benar membutuhkan.
Hari itu, saya diminta membawa laptop.
“Kita akan mengadakan kegiatan MTS, kang, Menjadi Tutor Sehari,” begitu penjelasan salah seorang relawan Sabilulungan dua hari sebelumnya. Saya diminta untuk menjadi tutor pendamping bagi seorang anak didik. Materi yang akan disampaikan adalah pengenalan Microsoft Office dasar. Oke, berhubung sekadar pengetahuan dasar sih saya cukup paham, saya menyetujui ajakan tersebut. Hanya saja, pikiran saya masih penuh tanya, ini kegiatan seperti apa sih, sebenarnya?
Pagi itu saya datang membawa laptop (netbook tepatnya) ke sebuah tempat yang sudah ditentukan sebagai titik temu. Sudah ada beberapa anak muda (laki-laki dan perempuan) yang berkumpul. Kenapa saya bilang anak muda? Karena usia mereka terpaut jauh dari saya #hiks. Mereka masih berstatus mahasiswa, beberapa baru saja lulus kuliah dan sedang mencoba merintis usaha. Dari raut wajah yang tersirat, semuanya menebarkan semangat yang sama, semangat berbagi untuk sesama!
Setiap orang membawa laptop, karena mereka adalah relawan-relawan yang akan mengabdi menjadi tutor sehari, mendampingi setiap anak didik pada hari itu. Dan, siapakah anak didik itu? Pertanyaan ini segera terjawab saat kami kemudian meluncur ke sebuah rumah tua berhalaman luas di daerah Burujul Kota Tasikmalaya. Seorang relawan menyediakan rumah keluarganya untuk digunakan sebagai pelaksanaan kegiatan. *jempol*
Di ruang tengah, sejumlah remaja usia belasan sudah duduk menunggu. Karena ini bukan pertemuan pertama mereka, mereka sudah duduk dalam formasi berjajar dalam beberapa baris. Sepertinya sudah paham dan tidak perlu diatur lagi. Mereka tidak membawa apapun, hanya membawa semangat untuk belajar.
“Siapa anak-anak ini?” bisik saya ke relawan terdekat. Ini pertemuan pertama saya, dan saya belum mengenal mereka.
“Mereka adalah anak-anak yang tinggal di sekitar sini. Ada yang masih sekolah, sudah lulus SMA, dan beberapa putus sekolah. Mereka semua berasal dari keluarga yang kurang mampu.”
Penjelasan itu menjawab semua tanya yang bergelung di kepala saya sebelumnya. Saat itu juga, semuanya terlihat begitu jelas. Bahkan, saya seakan bisa membaca maksud dan tujuan dari kegiatan ini tanpa perlu bertanya lebih jauh lagi.
Tanpa perlu dikomando, setiap relawan mengeluarkan laptop masing-masing, lalu meletakkan di hadapan setiap anak. Tanpa sungkan, mereka langsung duduk di sampingnya, bahkan tanpa perlu memilih dulu anak yang mana. Semua anak sama, sama-sama membutuhkan pendampingan untuk sebuah pengetahuan baru. Saya yang masih kikuk memilih seorang anak di barisan paling belakang. Lokasi yang strategis untuk melihat dan memantau seperti apa relawan lain berperan bagi anak didiknya.
Ternyata saya tidak perlu khawatir. Di depan sana sudah ada seorang relawan yang bertugas sebagai instruktur dengan materi yang sudah dipersiapkan. Tugas saya hanya mendampingi dan membimbing apabila anak yang saya dampingi menghadapi kesulitan. Setiap anak bahkan diberikan sebuah modul materi sebagai panduan. Hari itu, kita belajar pengenalan program Excel (beberapa pertemuan sebelumnya sudah diajarkan mengenai program Word).
Peranan tutor pendamping memang sangat diperlukan. Sebagian besar anak masih terlihat awam dengan microsoft office, bahkan masih sangat kaku dengan penggunaan laptop. Hal yang mungkin terlihat mudah bagi kita, bisa jadi sangat menyulitkan bagi mereka. Dalam pelaksanaannya, setiap tutor dituntut untuk berjiwa sabar. Setiap pemaparan perlu disampaikan dengan cara yang mudah dipahami. Anak-anak ini butuh waktu untuk mengenal sesuatu yang baru, mencerna, hingga menyerapnya perlahan-lahan. Dan kesabaran itulah yang saya lihat di seluruh relawan yang ada. Wajah-wajah mereka menguarkan jiwa pengabdian yang sangat tulus.
Pelatihan program Excel berakhir tepat pada saat adzan duhur berkumandang. Pertemuan yang terasa sangat singkat. Tapi ini memang pertemuan pertama untuk materi Excel, karena minggu depan pertemuan akan dilanjutkan kembali. Setelah salah duhur berjamaah, acara masih berlanjut dengan perbincangan ringan sambil menyantap penganan yang diberikan oleh seorang donatur (alhamdulillah). Siang itu, saya dan kang Rahmat diminta untuk berbagi kisah motivasi, tentang mimpi, tentang semangat, dan tentang sebuah cita-cita. Terkadang keterbatasan bukanlah sebuah halangan ketika keyakinan di dalam dada sudah bisa dibulatkan.
Yang saya suka, begitu acara selesai, seluruh relawan tak lantas ikut bubar. Semua kembali berkumpul untuk melakukan evaluasi. Segala kekurangan hari itu menjadi topik bahasan. Usul dan saran berhamburan untuk perbaikan kegiatan minggu depan, dan minggu-minggu selanjutnya. Rasa optimis itu tiba-tiba meluap begitu saja. Melihat anak-anak muda ini, saya optimis Indonesia tidak akan kekurangan orang-orang baik di masa depan. Insya Allah, jiwa sosial mereka yang begitu tinggi bisa menular kepada yang lain, kepada saudara-saudaranya, kepada temannya, kepada masyarakat di sekitarnya. Virus kebaikan seperti ini memang harus ditularkan seluas-luasnya. Ketika satu sama lain sudah saling peduli, semoga hanya kebaikan (dan bukan kebencian) yang akan selalu berada di sekitar kita. Tak ada yang sia-sia untuk setiap kebaikan, bahkan dalam kegiatan kecil sekali pun.
Yang menyenangkan, kehadiran Komunitas Sabilulungan sudah mulai mendapat apresiasi dan perhatian. Beberapa pihak sudah mengajukan permintaan agar Sabilulungan bisa memberikan pelatihan serupa di lokasi mereka. Kami masih mempertimbangkannya mengingat keterbatasan relawan yang ada. Tapi insya Allah, kami tidak akan berhenti di tempat ini saja. Setelah selesai dengan kelompok ini, kami ingin bergerak menuju kelompok anak lainnya di tempat yang berbeda.
Tertarik bergabung sebagai relawan bersama kami?
Komentar
@Naqiyyah - Iya mba Naqi, semoga kegiatan seperti ini bisa menjadi virus dan menyebar ke seluruh daerah :)